Kita hanya terpisah beberapa kota, dan rindu itu hadir diantara jarak beberapa lini masa. Tahukah kau? Aku rindu, rindu masa-masa kejayaan kita bersama.
Cuma itu. Dan aku tau, kita merasakan hal yang sama.
21.3.13
Tampilkan postingan dengan label rindu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label rindu. Tampilkan semua postingan
21 Mar 2013
Disapa Hujan
Hai hujan, terimakasih sudah mampir hari ini ke ruang riuhku. Tahukah kau, ketika yang lain menyayangkan kehadiranmu, aku justru begitu bersorak gembira akannya. Kau mendengar untaian malamku semalam. Meski bukan pagi hari, siang ini kau gagah sekali. Aku menyukaimu. Amat menyukaimu. Oiya, pagi tadi aku sudah menyiram bunga, menyegarkan tumbuhan hijau yang melingkupi ruang terasku. Terimakasih untuk hadirmu, jelas kau mengindahkan kebunku lagi.
17 Mar 2013
Symposium Ruang Rindu
Jika rindu adalah kumpulan luka-luka pilu, maka aku ingin kamu yang menjadi penawar rindu. Agar sembuh lukaku, agar lenyap senduku. Karna kamu adalah rinduku yang kian membuatku memilu.
Jika rindu adalah sajak-sajak bisu, maka aku ingin mendengar lantunanmu lewat senandung lagu. Agar bersatu sajakku yang patah. Karna kamu adalah rinduku dalam sajak yang tak pernah lekang oleh waktu.
Pernah kukhawatirkan rindu yang mengaliri tiap aliran darahku saat bayangmu melesat masuk kedalam dimensi ruang batinku. Saat cengkrama kita diantara derikan jangkrik dan seuntai cahaya dari rembulan yang tak lagi purnama. Sabit, dipenuhi bintang gemintang. Saat ceritaku memulai segalanya dalam ruang dengarmu, saat ceritamu menjadi dongeng untukku dalam ruang dengarku.
Dan cerita kita kian melarut, bersama waktu yang kian mengkerut. Adalah malam saat mula kita terpisah dari jarak sekian masa.
Dalam candaku, terpercik pendar-pendar asa yang meramu. Menguntaikannya menjadi kata sederhana dalam bahasa manusia yang menganggap itu tak biasa. Bisa saja katamu, semua takkan pernah ada yang tau. Dan pedulimu adalah rindu yang tertawar oleh waktu pilu, terpisah jarak mil beribu. Aku bisu dalam malam yang kian menyendu. Menyeka asa yang berlinang dalam sudut pandang mata. Tak biasa, tentu saja ini tabu. Kembali seperti menepuk genderang tabu yang takkan terdengar oleh manusia-manusia bumi. Tentu tak semua memahami, ada rindu yang menunggu dipenghujung waktu. Menunggu diantara ceritaku dan ceritamu. Mungkin kelak kan ada cerita kita. Mungkin, meski itu mustahil bagiku atau untukmu. Dan masing-masing kita menunggu di ruang rindu. Dengan tempat dan design yang berbeda bentuk. Aku -- Kamu. Kita? Entahlah. Kita masih sama, berada dalam ruang tunggu yang kita sebut rindu.
Mengenalmu, baru berbilang pada periode ke-tujuh. Kita sama, sama-sama menunggu waktu diruang rindu. Saling mendoakan, atau sesekali berbagi cerita dalam simposyum ruang rindu.
#Chapter
Ruang tunggu,
17.3.13
12 Mar 2013
Segi Empat Kulipat
Segi empat. Dan ruang itu bersekat-sekat. Rasa itu kian melekat kuat-kuat. Menjamah tiap butiran pasir yang memekat di dasar jurang. Tanya dalam tanda selalu menjuntai-juntai bersautan. Dan otakku mulai buntu di waktu batu. Ayah ibu baru terbilang satu waktu meninggalkanku. Apalah aku ini, baru juga mereka ke Pulau seberang. Rasa sudah mencari-cari barang yang bertahun menghilang. Baru berbilang satu waktu, tapi sudah begitu pekat merasa kehilangan. Tak ingin jauh, tak pernah ingin. Aku ingin terus membersamai. Bagaimanalah ini, separuh hatiku terbawah penuh oleh mereka. Orang yang lebih kucintai dari diriku sendiri.
Ma, Pa . . . kalian sedang apa sekarang? Demam lu sudah turun, hanya lehernya yang masih tersekat saat menelan. Sakit, jadi malas makan. Dan anakmu ini terus menghitung hari dari sekarang. Satu April, lama sekali rasanyaa . . .
Ma, Pa . . . kalian sedang apa sekarang? Demam lu sudah turun, hanya lehernya yang masih tersekat saat menelan. Sakit, jadi malas makan. Dan anakmu ini terus menghitung hari dari sekarang. Satu April, lama sekali rasanyaa . . .
1 Mar 2013
Melukis Rindu
Aku menulis dan inspirasi tulisanku adalah "Rindu". Rindu adalah tarikan nafas yang mengalun lembut dalam tiap dawai hembusan kata. Kau . . . Rinduku. Rindu yang menjadi tulang punggung tiap ritme kata yang mengalun syahdu di atas kertas putih buku-buku. Kau adalah rinduku yang menjadi derapan bisu nan memompa kata-kata mesra lewat bilik jantungku. Menelusup masuk perlahan tanpa sadar arti kiasan dibalik bangsku yang memaku.
Saat semua tlah jelas membekas diatas bentangan-bentangan kertas, tiada satu katapun yang tak mengarah padamu.
---- Rindu.
9 Feb 2013
Melodi Pelangi
Hari ini, mentari hadir bersama pelangi.
Menghiasi mahkota langit di penghujung biru.
Menata cakrawala kelabu jadi pusaka rindu dalam tahta qalbu.
Mewarnai pagi lewat bias wewarna me-ji-ku-hi-bi-ni-u.
Memberai jingga jadi wewarna lelangit.
Membiru, berdawaikan senar rindu awan putih.
Menari-nari lewat kekata mesra penghujung senandung hujan.
Berlari-lari, bagai anak-anak kecil mengejar layangan.
Bersautan, bagai siulan burung dara diantara kemegahan pesta pernikahan si jantan dan si betina berbulu putih.
Hari ini, mentari hadir bersama pelangi.
Lewat celah daun pintu menelusup masuk bagai udara bebas tanpa batas.
Mengurai wewangi sinar embun fajar kala mentari beranjak sepenggalahan.
Tunaikan kewajiban, ditengah hiruk pikuk kehidupan perkotaan.
Menjelujur doa doa hingga ke langit ke tujuh.
Hari ini, mentari hadir bersama pelangi.
Lalu pergi berganti.
***
Rindu Sepersekian
Untuk yang kesepersekian, meronta diatas temali yang mengkakukan simpulnya.
Menari membawa rindu diantara pusara kecemasan dan halaunya
Tiada bertemu lawan masa diantara dinding-dinding yang bicara
Hari semakin gulita bersama kepekaan makna yang kian tenggelam
Untuk yang kesepersekian kalinya, kembali didera masa yang tiada peduli sesak merona
Membuncah ke langit mengangkasa, memberaikan pusat aral yang melintang
Damai menyesak jadi retak, kutub-kutub menabrak polar menghentak
Jatuh berserakan, lalu memunguti puing-puing berhamburan.
Hendak dikemanakan langkah jika pijakan bertabur beling dan duri tajam yang siap menghujam perlahan.?! Menghembuskan aroma luka berdarah disepersekian masa.
Kutebar rinai lewat embun dalam genggaman daun pagi tadi, lalu ia menguap oleh sengat mentari kala siang dengan gagahnya bertualang di langit biru. Hujan sesaat, kembali gagah mentari membinarkan kilaunya.
Ada kalanya rindu itu menggantung untuk yang kesepersekian masa. Diamnya adalah bencana dalam prahara yang ia tiupkan sendiri. Menutup diri, mengulang hari, mendulang mimpi. Jatuh, pecah, berhamburan, bagai awan dilangit yang saling menghantam lawan kala hujan mendera bumi.
Padam api menyisakan asap, kuhirup sesak diruang pengap. Menghentikan langkah dalam ruang sepersekian masa. Jalan jauh itu masih harus kutempuh, meski peluh kian meluruh keseluruh tubuh.
Menari membawa rindu diantara pusara kecemasan dan halaunya
Tiada bertemu lawan masa diantara dinding-dinding yang bicara
Hari semakin gulita bersama kepekaan makna yang kian tenggelam
Untuk yang kesepersekian kalinya, kembali didera masa yang tiada peduli sesak merona
Membuncah ke langit mengangkasa, memberaikan pusat aral yang melintang
Damai menyesak jadi retak, kutub-kutub menabrak polar menghentak
Jatuh berserakan, lalu memunguti puing-puing berhamburan.
Hendak dikemanakan langkah jika pijakan bertabur beling dan duri tajam yang siap menghujam perlahan.?! Menghembuskan aroma luka berdarah disepersekian masa.
Kutebar rinai lewat embun dalam genggaman daun pagi tadi, lalu ia menguap oleh sengat mentari kala siang dengan gagahnya bertualang di langit biru. Hujan sesaat, kembali gagah mentari membinarkan kilaunya.
Ada kalanya rindu itu menggantung untuk yang kesepersekian masa. Diamnya adalah bencana dalam prahara yang ia tiupkan sendiri. Menutup diri, mengulang hari, mendulang mimpi. Jatuh, pecah, berhamburan, bagai awan dilangit yang saling menghantam lawan kala hujan mendera bumi.
Padam api menyisakan asap, kuhirup sesak diruang pengap. Menghentikan langkah dalam ruang sepersekian masa. Jalan jauh itu masih harus kutempuh, meski peluh kian meluruh keseluruh tubuh.
12 Jan 2013
Rindu itu Pilu
Kau lihat aku?
Aku rindu.
Sesak aku dibuat rindu
Rindu bertemumu.
Sedang kutau itu semu
Karna rindu itu hanya aku
Kau tau?
Ibu selalu mendoakanmu
Lewat pilu tatapnya yang sendu
Airmatanya belum juga habis untukmu
Haru, pilu.
Entah sampai kapan.
12.1.13
~lima bulan kepergianmu
Aku rindu.
Sesak aku dibuat rindu
Rindu bertemumu.
Sedang kutau itu semu
Karna rindu itu hanya aku
Kau tau?
Ibu selalu mendoakanmu
Lewat pilu tatapnya yang sendu
Airmatanya belum juga habis untukmu
Haru, pilu.
Entah sampai kapan.
12.1.13
~lima bulan kepergianmu
11 Jan 2013
4 Jan 2013
Rindu~
Malam semu menggantung, menyisakan butir-butir kehidupan ditengah lelapnya jiwa-jiwa yang penuh peluh. Kuuraikan makna langit ditengah persembunyian bebintang, rembulan pun tiada. Sedang aku begitu merindu purnama. Bias cahaya mentari membuat terangnya kian indah dan rupawan. Dan malam selalu temankan kilau permatanya bak di istana raja.
Baru saja kemarin kulihat ia menyapa, namun tetiba hilang tanpa kutahu dimana arah terbitnya. Ingin sejenak berceloteh dengannya, tentang malam yang selalu menyejukkan tubuh hingga merasuk ke tulang-tulangku, tentang harapan yang kucipta saat hujan menghujam di langitku.
Kau tau apa itu rindu? Ia umpama garis yang membentuk huruf, lalu huruf-huruf tersusun menjadi kekata, dan kekata bersambung menjadi kalimat, hingga kalimat itu saling mengait menjadi sebuah paragraf, mengalun lembut, bersambungan, berkaitan, berirama, bercerita dan entah dimana ujungnya. Hanya titik abadi yang dapat menghentikan alur cerita itu. Begitu juga dengan rindu.
Dan rinduku sudah sampai dimana ia? Entah!
Kuharap rindu itu tau kalau aku membutuhkan titik. Karna hingga sampai detik ini rindu itu tak pernah mampu kubunuh. Hm . . . maaf ya, ini bukan tentang "kau". Ini tentang "Rindu".
Jauh kuserak pandanganku ke atas langit. Indah bukan? Melihatnya ibarat melampiaskan segala rindu. Rindu yang hanya terpendam dalam selaksa. Seperti pagi dan senja. Dua langit yang sama memiliki jingga tak terkira indahnya. Meski sejenak, namun tetap memberimu warna kedamaian, memberimu hikmah kehidupan, tentang keoptimisan dan keikhlasan.
Senja. Ada rinduku pada senja. Selalu kubisikkan padanya tentang selaksa yang tertanam menahun ini. Dan pekat jingga di ujung senja selalu memberi kepastian tentang hadirnya malam. Malam bersama rembulan. Suatu kisah kehidupan perjalanan anak manusia, tentang pengorbanan, tentang kesungguhan, tentang perjuangan dan segala berakhir pada kata perpisahan.
Gulita malam membuat rindu mengerang kesakitan. Kuharap pagi segera datang, agar tiada merintih tubuh sebab linu menahan sesak menahun.
Dan rindu . . . Istirahatlah sejenak, aku pun teramat lelah untuk membiarkanmu dalam bisu. Esok pasti akan baik-baik saja. Istirahatlah di dalam gubuk sederhana yang selama ini kita bangun bersama.
--------------------------------
Ruang Rindu
4.1.13
Baru saja kemarin kulihat ia menyapa, namun tetiba hilang tanpa kutahu dimana arah terbitnya. Ingin sejenak berceloteh dengannya, tentang malam yang selalu menyejukkan tubuh hingga merasuk ke tulang-tulangku, tentang harapan yang kucipta saat hujan menghujam di langitku.
Kau tau apa itu rindu? Ia umpama garis yang membentuk huruf, lalu huruf-huruf tersusun menjadi kekata, dan kekata bersambung menjadi kalimat, hingga kalimat itu saling mengait menjadi sebuah paragraf, mengalun lembut, bersambungan, berkaitan, berirama, bercerita dan entah dimana ujungnya. Hanya titik abadi yang dapat menghentikan alur cerita itu. Begitu juga dengan rindu.
Dan rinduku sudah sampai dimana ia? Entah!
Kuharap rindu itu tau kalau aku membutuhkan titik. Karna hingga sampai detik ini rindu itu tak pernah mampu kubunuh. Hm . . . maaf ya, ini bukan tentang "kau". Ini tentang "Rindu".
Jauh kuserak pandanganku ke atas langit. Indah bukan? Melihatnya ibarat melampiaskan segala rindu. Rindu yang hanya terpendam dalam selaksa. Seperti pagi dan senja. Dua langit yang sama memiliki jingga tak terkira indahnya. Meski sejenak, namun tetap memberimu warna kedamaian, memberimu hikmah kehidupan, tentang keoptimisan dan keikhlasan.
Senja. Ada rinduku pada senja. Selalu kubisikkan padanya tentang selaksa yang tertanam menahun ini. Dan pekat jingga di ujung senja selalu memberi kepastian tentang hadirnya malam. Malam bersama rembulan. Suatu kisah kehidupan perjalanan anak manusia, tentang pengorbanan, tentang kesungguhan, tentang perjuangan dan segala berakhir pada kata perpisahan.
Gulita malam membuat rindu mengerang kesakitan. Kuharap pagi segera datang, agar tiada merintih tubuh sebab linu menahan sesak menahun.
Dan rindu . . . Istirahatlah sejenak, aku pun teramat lelah untuk membiarkanmu dalam bisu. Esok pasti akan baik-baik saja. Istirahatlah di dalam gubuk sederhana yang selama ini kita bangun bersama.
--------------------------------
Di daun yang ikut mengalir lembut terbawa sungai ke ujung mata.
Dan aku mulai takut terbawa cinta menghirup rindu yang sesakkan dada.
Ruang Rindu
4.1.13
30 Des 2012
Seperti Hujan
Seperti hujan,
Lewat rintiknya mengalun syahdu
Berganti deras
Bermula dari mendung yang bercerita tentang gelap
Sesekali disisipi oleh gemuruh yang menggetarkan bumi.
Seperti hujan,
Tiap rintik membasahi bumi
memasuki celahcelah sarang semut yang ditinggali koloninya
Menyerap hingga ke akar pohonpohon yang kering karna sengat mentari
Seperti hujan,
Rinduku mengalun syahdu
Rinainya meluap jadi basah di bumi.
"Mata terpejam dan hati menggumam, di ruang rindu kita bertemu" (Letto)
Ruang Rindu,
30.12.2012
29 Des 2012
A.B.A.N.G
Ini foto Almarhum Bang Aan bersama istrinya. Foto ini diambil beberapa hari sebelum beliau meninggal. :')
Bagiku, ia kan tetap hidup. Bukan tetap, tapi masih. Kami terbiasa jarang bertemu, terbiasa pila hidup jauh. Meski dahulu masih serumah, tapi abang itu anak jalanan, kerjaannya keluyuran terus. Sedang aku, anak rumahan. Yang lebih betah berada di rumah, mencari inspirasi di dalam kamar. :)
Semoga Allaah mengampuni segala dosamu, Bang!
27 Des 2012
Rindu ~
Rindu . .
Tak sempat terkatakan oleh biruku
Maumu jadi mauku
Bertemankan jemu yang kadang menghantuiku.
Rindu . .
Berbatas rasa pada dimensi waktu
Mengalirkan gaungku
Yang menggema diantara sudut bisu.
Rindu . .
Tak sempat terkatakan lewat hijab qalbuku
Maluku perisaiku,
Dalam sekam ia menggebu biru
;Menahan rindu
Rindu . .
Diamdiam sukmaku mengalun syahdu
Mendendang rindu bertemumu di telaga itu.
Meliukkan nada qalbu
Seirama kita berdendang merdu.
Rindu . .
;Bertemumu dipenghujung waktu.
Kotak Putih Langit Madani,
27.12.12
Tak sempat terkatakan oleh biruku
Maumu jadi mauku
Bertemankan jemu yang kadang menghantuiku.
Rindu . .
Berbatas rasa pada dimensi waktu
Mengalirkan gaungku
Yang menggema diantara sudut bisu.
Rindu . .
Tak sempat terkatakan lewat hijab qalbuku
Maluku perisaiku,
Dalam sekam ia menggebu biru
;Menahan rindu
Rindu . .
Diamdiam sukmaku mengalun syahdu
Mendendang rindu bertemumu di telaga itu.
Meliukkan nada qalbu
Seirama kita berdendang merdu.
Rindu . .
;Bertemumu dipenghujung waktu.
Kotak Putih Langit Madani,
27.12.12
3 Des 2012
~Rindu
Sialnya aku rindu
;pada ocehanmu yang dulu
Sedang waktuku hampir habis.
Semua berbatas tanpa cakrawala
Tak mampu mengurai semua
Meski rindu itu pada akhirnya ku musnah
Medan, 3.12.12
;pada ocehanmu yang dulu
Sedang waktuku hampir habis.
Semua berbatas tanpa cakrawala
Tak mampu mengurai semua
Meski rindu itu pada akhirnya ku musnah
Medan, 3.12.12
9 Nov 2012
27 Sep 2012
#Hanya Sesaat
Hanya sesaat, kebersamaan kita yang paling akrab. Saat kebencianku yang paling karat begitu cepat melarat dimakan rayap-rayap waktu padamu. Aku membenci lakumu, bukan pribadimu, karna-Nya. Dan aku pun mencintaimu karna-Nya, karna ikatan pertalian darah diantara kita.
Hanya sesaat, kebersamaan kita yang paling pekat. Saat punggungmu kujadikan tempat bersandar diujung lelahku. Saat tubuhmu kurangkul kuat kala kutakut terjatuh. Dan kau tak mengeluh karena itu.
Hanya sesaat, kebersamaan kita yang paling rekat. Saat aku benar-benar menyadari bahwa aku memilikimu sebagai pelindungku. Saat aku pernah berpikiran bahwa kelak kaulah yang kan menggantikan peran ayah disisiku untuk pernikahanku kelak, jika ternyata ayah tak mampu melakukannya untukku. Dan meski sekarang akupun harus menyadari lamat-lamat, berdiri dengan kuat-kuat, karena ternyata Allaah lebih mencintaimu, Allaah lebih menginginkanmu untuk segera kembali disisi-Nya.
Hanya sesaat, kebersamaan kita yang paling kuat. Saat kugenggam jari jemari tanganmu ditengah malam sebelum pernikahanmu. Aku mengeluh, betapa sudah mengantuknya aku malam itu, dan kau belum juga pulang kerumah untuk kubersihkan badanmu, untuk ku inaikan kuku di jari jemarimu. Ku usap-usapkan tanganku ke sekujur badanmu yang penuh daki. Ku poles-poles pewarna kuku alami. Ku kipas badanmu agar tiada keringatmu membasahi taburan obat pengantin yang ku olesi keseluruh badanmu. Disaat itu kusadari, baru kali itu aku sedekat itu padamu.
Hanya sesaat, kebersamaan kita yang paling dahsyat. Saat kurangkul mesra tanganmu dengan tak ingin melepaskannya segera. Saat kuhanya ingin berdiri disampingmu diantara kanopi indah pelaminanmu. Dan tak pula ingin menegakkan kepalaku yang bersandar dibahumu.
Hanya sesaat, kebersamaan kita yang paling cepat. Saat akhirnya Dia memanggilmu kembali kepangkuan-Nya. Dan tak menyisakan sedikit waktu pun untukku melihat hembusan nafas terakhirmu. Setidaknya, Aku menyadari kepergianmu lebih dulu dari yang lainnya.
Hanya sesaat, kedukaan menyelimuti langit qalbuku yang sekarat. Dan biarkan malam ini hujanku membasahi bumi madani. Biar aku bermandi dalam tangisan. Sesekali merinduimu dalam sesak, menjadi pribadi tegar diantara ribuan pasang mata.
Hanya sesaat kebersamaan kita berulang lewat misykat. Cukup lewat mimpi kau hadirkan jasadmu. tanpa suara, tanpa canda, tapi kau tersenyum disana. Lama kau tak hadir dimimpiku. Bahkan saat awal kepergianmu tak sekalipun kau menghampiriku lewat mimpi. Beberapa waktu belakangan ini, kau hadir dengan senyum lewat mimpi. Bagiku, itu sudah cukup. Amat sangat cukup. Setidaknya aku masih bisa melihatmu, meski hanya lewat mimpi.
Maaf, malam ini aku menjadi begitu cengeng. Tak ada punggung untuk tempat yang kujadikan sandaran lelahku. Tak ada bahu yang bisa menampung berat beban yang ada dikepalaku. Tak ada. Aku tak memilikinya, Aku tak menemukannya. Aku hanya sangat kehilanganmu, kehilangan sosok abang dalam hidupku. Aku kehilangan orang yang bisa melindungiku.
Rabb. . . . kuatkan aku dengan kekuatan-Mu. Tangguhkan aku dengan ketangguhan-Mu.
Hilangkanlah duka ini. . . Gantilah segala yang hilang dengan pengganti yang lebih baik dari-Mu.
Ajari kami arti ikhlas, Ajari kami makna memiliki. Tiada daya dan upaya kami melainkan dengan kekuatan-Mu ya Rabb. . .
Lindungi bang Aan, Jagalah ia dengan penjagaan-Mu, Rahmati dan Ridhoilah ia, terimalah segala amal ibadahnya disisi-Mu.
Aamiin. . .
*Kehilangan akan mengajarkan kita arti memiliki yang sesungguhnya. innalillahi wa innailaihi rooji'un. Segala yang datang dari Allaah maka akan kembali pula pada-Nya. Milik-Nya lah segala sesuatu yang ada didunia ini. Kita hanyalah sebagai titipan-Nya didunia ini.
12 Sep 2012
Rinduku Memar dihantam Batu
Jika embun yang menguap laksana kerinduan yang kuharap terbang hingga ia lelap, maka biarkan embun itu jatuh meski tak kuinginkan diwaktu yang tak tepat. Namun Rabb... kuharap rindu ini lenyap, selenyap kehadirannya dalam kehidupan kami. Secepat kepergiaannya dari perjalanan hari-hari kami.
Maafkan aku Rabb, jika nyatanya rinduku menjadi begitu mabuk dipenghujung sisa usiaku. Dan aku menjadi begitu cengeng dintara senja yang masih kelabu seperti senja yang lalu.
Aku kuat di depan ibu, di depan ayahku, di depan saudara-saudaraku. Namun aku tak cukup kuat di depan bayanganku sendiri.
Dan rinduku mengantarkan lelehan airmata yang tak kusadarkan saat jatuhnya. Aku rindu, rindu... hanya itu yang aku tau. Sedang batinku berbisik sendu, Adakah abang yang akan mengantarkan kue tart esok hari saat senja tiba? Adakah boneka kelinci berwarna merah jambu yang kan kuperoleh lagi? Atau sekotak coklat dan teh rasa srawberry? ----- Tidak. Tidak ada jawabannya. Sedang aku terus mengulang-ulang tanya dimana takkan pernah lagi kutemukan jawabannya disini.
Rabbi.... aku rinduuu, rinduuu, kenapa air mata ini tak mau berhenti. Sedang pusara abang masih basah disana oleh air hujan, sedang kebersamaan terlalu singklat kurasakan.
Tidak, tidak akan ada yang mengerti. Sedang rasaku kian memar dihantam batu kerinduan.
Dan disini, hujan masih tak henti membasahi asaku yang kosong.
Maafkan aku Rabb, jika nyatanya rinduku menjadi begitu mabuk dipenghujung sisa usiaku. Dan aku menjadi begitu cengeng dintara senja yang masih kelabu seperti senja yang lalu.
Aku kuat di depan ibu, di depan ayahku, di depan saudara-saudaraku. Namun aku tak cukup kuat di depan bayanganku sendiri.
Dan rinduku mengantarkan lelehan airmata yang tak kusadarkan saat jatuhnya. Aku rindu, rindu... hanya itu yang aku tau. Sedang batinku berbisik sendu, Adakah abang yang akan mengantarkan kue tart esok hari saat senja tiba? Adakah boneka kelinci berwarna merah jambu yang kan kuperoleh lagi? Atau sekotak coklat dan teh rasa srawberry? ----- Tidak. Tidak ada jawabannya. Sedang aku terus mengulang-ulang tanya dimana takkan pernah lagi kutemukan jawabannya disini.
Rabbi.... aku rinduuu, rinduuu, kenapa air mata ini tak mau berhenti. Sedang pusara abang masih basah disana oleh air hujan, sedang kebersamaan terlalu singklat kurasakan.
Tidak, tidak akan ada yang mengerti. Sedang rasaku kian memar dihantam batu kerinduan.
Dan disini, hujan masih tak henti membasahi asaku yang kosong.
31 Jul 2012
Semanis Si Merah Jambu
Seperti menunggu pohon jambu didepan rumah berbuah. Aku sudah tak sabar ingin memetiknya, atau menjoloknya pakai galah yang disangkutkan plastik atau kain sebagai penampungnya. Jambu berwarna merah muda agak pucat, manis, besar, beda dengan pohon jambu yang ada disekitar, bahkan langka. Lain daripada yang lainnya.
Jika ada di ranting yang masih bisa diraih dengan tangan, dan memungkinkan untuk memanjat pohon itu, maka dengan segera memanjatnya. Dengan sedikit kekhawatiran, dan juga harapan untuk meraih si merah jambu. Tidak usah turun kebawah untuk menyantap jambu yang sudah digenggam ditangan, santai saja duduk dicabang yang melintang. Dengan tak lupa memluk cabang lain agar tetap seimbang. Tak perlu pula mencuci si merah jambu yang dipetik langsung dari pohonnya, "Anggap saja vitamin" dan kau kan merasakan kenikmatan yang sungguh luar biasa.
#Kenangan itu memang manis, semanis si Merah Jambu. Mungkin kelak begitu juga kisah kita. :)
~Selamat Tinggal masa lalu :)
(Semoga kelak menemukan pohon jambu yang sama sepertimu, manisnya Semanis Si Merah Jambu
Jika ada di ranting yang masih bisa diraih dengan tangan, dan memungkinkan untuk memanjat pohon itu, maka dengan segera memanjatnya. Dengan sedikit kekhawatiran, dan juga harapan untuk meraih si merah jambu. Tidak usah turun kebawah untuk menyantap jambu yang sudah digenggam ditangan, santai saja duduk dicabang yang melintang. Dengan tak lupa memluk cabang lain agar tetap seimbang. Tak perlu pula mencuci si merah jambu yang dipetik langsung dari pohonnya, "Anggap saja vitamin" dan kau kan merasakan kenikmatan yang sungguh luar biasa.
#Kenangan itu memang manis, semanis si Merah Jambu. Mungkin kelak begitu juga kisah kita. :)
~Selamat Tinggal masa lalu :)
(Semoga kelak menemukan pohon jambu yang sama sepertimu, manisnya Semanis Si Merah Jambu
4 Jun 2012
Ngeteh n Ngesusu ala eLdanDi
Ini cerita tentang dua anak manusia
yang sedang dilanda asmara kebersamaan. Heseehhh.... Bukan asmara yang
ehem..ehem..... loh ya, melainkan asmara dalam dekapan ukhuwah (Nyulik judul
bukunya bang Salim A Fillah cuy). Sebut saja L dan D. Dibalik juga boleh, D dan
L. Heheh.. mana-mana aja cocoklah. Malem-malem yang merem-merem ditemani
gerhana bulan di Langit hitam, L mencoba mengerjakan laporan keuangan. Mau lirik-lirik
kerjaannya si D. Soalnya yang buat itu laporan si D, si L mah gak tau apa-apa
dia. Namun, apalah daya tangan tak sampai, ada saja halangan dan rintangan yang
membuatnya selalu tak jadi menyentuh laporan Laba Rugi tersebut. Mulai dari
ngasih makan ponakan sampai buat surat lamaran anak orang. #Eh? Mau ngelamar
siapa? (*Ehm... Kasih tau gak yaaa.....)
Disuatu menit dan detik, berkumpullah
mereka didunianya masing-masing, saling bertukar cerita, respon ini itu dan
seru-seruan, akun jejaring pun di setting sedemikian rupa, agar tiada
pengganggu. L hanya onlen ke D. Alohaaa...... duMayy alias dunia Mayaa. Beraksi
lah mereka dibalik layar. L ngantuk, minta solusi cemana supaya gak ngantuk. D
kelihatannya lagi pusing karna banyak pikiran. Sekali dua kali mereka membahas
tentang laporan keuangan. L ngantuk berat, dan memutuskan untuk ngeteh (membuat
teh). Katanya sih biar gak ngantuk. Padahal ada kopi cappucinno gitu di atas
meja belajarnya, tapi yah berhubung L gak doyan kopi, jadilah kopi itu hanya
jadi hiasan meja saja. Wekl :p
Dan diwaktu yang bersamaan, D pun
membuat seduhan lebih berkelas. Yaitu segelas susu. Agak-agak elit lah
ketimbang si L yang Cuma ngeteh doang. Nah si D mah ngesusu (*bahasa dari mana
pulak ini ya?) sembari bercengkrama dengan mesranya, L pun tiba2 curhat. Bukan curhat
sih tepatnya, tapi mengelkuarkan pernyataan yang ada dipikirannya selama ini. Hehehe...
jadi makin mesralah itu pembicaraan, yang Insya Allaah berbobot bagi ukhuwah
yang selama ini terjalin. Hesehhh... Saling memuji, dan menjatuhkan diri
sendiri. Padahal keduanya sama-sama hebat dibidangnya masing-masing. Ayoo..
kita lanjutkan perjuangan (*ngeteh dan ngesusu #itu juga kalo masih ada teh dan
susunya :p)
Hem... tentunya saya tidak akan
menceritakan isi perbincangan mesra mereka, saya hanya mantauin saja ceritanya
nih. Lalu... L dan D pun sejenak terdiam. Padahal sebelumnya abis ketawa
ketiwi. Kenapa kah saudari-saudari? Apakah yang terjadi antara L yang ditemani
sinar gerhana Rembulan dan D yang berkedudukan di padang bulan??? Yak.. kembali
ngantuk sepertinya si L. Sambil ngerjain jurnal tak pentingnya ini, tapi
penting buat kenang-kenangannya. Hehhe...
Mumpung lagi banyak mood buat nulis,
jadi rajinlah si L ini mosting di Blognya. Sambil dengerin senandung perputaran
roda-roda kipas angin, tetesan air kran dari kamar mandi, juga suara jangkrik
yang mengerik. Untung saja tidak ada suara-suara halus lainnya. Heee =D
Yang paling menyenangkan sekaligus
menenangkan bagi L adalah berkumpul bersama orang-orang yang mencintai dan
dicintainya –karna Allaah J di tanah
kelahirannya. Me-Dan Kotaku ^^8
Selalu memberi semangat dan
keoptimisan, Inspirasi dan juga Motivasi yang luar biasa. Membuat diri bangkit
dari keterpurukan, pun melupakan kesalahan dengan memperbaikinya dengan
perlahan.
Satu hal dari L, ia hanya ingin orang
lain menerima dirinya apa adanya, menerima segala baik dan buruknya serta
resiko berteman dengannya. Mendekati dengan persuasif, menasehati dengan bijak,
bukan dengan memojokkan, menghukum “bersalah” dengan tatap penuh selidik. L
hanya tak ingin mengecewakan siapapun dalam hidupnya, apalagi kepada D. D lah
orang yang selama ini –disadari atau tidak- menjadi inspirasinya L, menjadi
motivasinya L untuk melakukan yang terbaik. L akan menangis hebat dan menjadi
tidak karuan jika orang2 terdekatnya kecewa terhadap sikapnya atau kesalahan
yang pernah ia lakukan.
Teman, percayalah.... bahwa gak ada
orang yang sempurna didunia ini. Jangan menilai orang dari tampilan luarnya. Kenalilah
dahulu orang tersebut lebih jauh, baru kemudian nilailah ia.
(*Tiba2 jadi sok serius gini. Xixixixi....
Hem... baiklah, langsung ditutup saja
tulisannya. Yang penting, kamu motivasiku –aku motivasimu. Kamu inspirasiku –aku
inspirasimu. Hehehe...
Masing-masing kita punya kehebatan
dibidangnya masing-masing. (*ribet bahasanya
Kau aku, kita –Satu. –di “Dalam Dekapan
Ukhuwah”
Specially for My dear “Dhee”
-From : Kakak, teman, sahabat, guru....
apapun kau anggap aku. Hehhe
4.6.12
(2~empat | 2~Delapan)
Langganan:
Postingan (Atom)
Dua beda
Terkadang luka ada baiknya datang diawal. Agar kau tau bahwa hidup tak hanya tentang cinta. Gemerlap dunia hanya persinggahan yg fana. Me...
-
aku belum melakukan iniiii >>> Lapor pajak tahunan, buat Neraca 2012, ngoreksi hutang piutang, Ngoreksi nilai buku aktiva, pengarsi...
-
Setangguh Elang Yang mengepakkan sayapnya saat terbang. Lalu hilang Dibalik rimbunan dedaunan 09 January 2011
-
“Kalau Tuhan menginginkannya terjadi, maka sebuah kejadian pasti terjadi. Tidak peduli seluruh isi langit-bumi bersekutu menggagalkannya....