Segi empat. Dan ruang itu bersekat-sekat. Rasa itu kian melekat kuat-kuat. Menjamah tiap butiran pasir yang memekat di dasar jurang. Tanya dalam tanda selalu menjuntai-juntai bersautan. Dan otakku mulai buntu di waktu batu. Ayah ibu baru terbilang satu waktu meninggalkanku. Apalah aku ini, baru juga mereka ke Pulau seberang. Rasa sudah mencari-cari barang yang bertahun menghilang. Baru berbilang satu waktu, tapi sudah begitu pekat merasa kehilangan. Tak ingin jauh, tak pernah ingin. Aku ingin terus membersamai. Bagaimanalah ini, separuh hatiku terbawah penuh oleh mereka. Orang yang lebih kucintai dari diriku sendiri.
Ma, Pa . . . kalian sedang apa sekarang? Demam lu sudah turun, hanya lehernya yang masih tersekat saat menelan. Sakit, jadi malas makan. Dan anakmu ini terus menghitung hari dari sekarang. Satu April, lama sekali rasanyaa . . .
Tampilkan postingan dengan label Ayah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ayah. Tampilkan semua postingan
12 Mar 2013
11 Mar 2013
Bersakit-sakit dahulu
Bosan, jenuh juga, mungkin itu yang saya rasakan sekarang di ruang petak ini. In My Room. Hari ini, saat senja menjelang nanti, mama papa akan berangkat menuju Kuala Lumpur. Karena dekat hari nanti kakak saya yang di Kuala Lumpur akan segera melahirkan anak keduanya. Itu artinya sesaat lagi ada keluarga baru di keluarga besar kami, dan bertambahlah keponakan saya yang tentunya kelak akan ngefans berat sama saya, seperti si Nurin yang ngefans berat sama bundanya yang satu ini. Hehehhe . . .
Nah, setiap kali-- dan ini udah kesekian kalinya ketika orang yang saya sayangi pergi meninggalkan saya maka kondisi kesehatan saya langsung menurun. Jadilah hari ini saya izin gak masuk kerja. Si kesehatannya down karna hanya dalam hitungan jam saja mama papa akan meninggalkan saya sendiri. Sebenernya saya gak sendiri sih, masih ada kakak saya, adik dan dua ponakan. Tapi ya tetap aja akan merasa kehilangan keberadaan mereka. Maka jadilah kondisi kesehatan saya terpengaruh sama kondisi psikologi yang sesungguhnya tidak ingin ditinggalkan. Pengen ikut, tapi katanya kudu gantian. Nanti setelah kedua orang tua saya balik ke Medan, barulah kemudian saya yang ke Kuala Lumpur. Menjenguk si kakak dan ponakan baru saya.
Ini bukan kejadian pertama loh. Dulu saat di Batam, ketika kakak saya pindah ke Tangerang, saya sampai sakit juga selama sepekan. Tersadar bahwa saya akan ditinggal sendiri di Pulau kecil itu. Dengan kondisi fisik yang melemah, saya melakukan semuanya sendiri. Tapi tidak, saya tidak sepenuhnya sendiri. Saya mempunyai sahabat-sahabat yang luar biasa baik kepada saya. Sahabat yang menghargai saya, mencintai dan menyayangi saya apa adanya saya.
Lalu, saat sahabat saya Noney suatu kali hendak pergi juga. Ketika itu dia bilang hendak keluar kota, untuk keperluan kerja. Jadilah saya sakit menjelang hari-hari terakhirnya di kantor. Hehe . . . mungkin ada yang bilang saya lebay kali ya, tapi ya begitu lah adanya . . . kondisi psikologis saya terlalu lemah ketika harus dihadapi dengan perginya orang-orang yang saya sayangi dalam keseharian yang saya lewati. Dan selalunya berdampak pada kesehatan dimana imunitas tubuh saya juga terbilang rendah.
Ketika ada yang pergi dari hari yang saya jalani rasanya seperti kehilangan puzzle dalam ruang kehidupan yang saya miliki. Kosong, meski sadar sebenarnya masih banyak potongan-potongan puzzle lainnya yang menemani.
Nah, setiap kali-- dan ini udah kesekian kalinya ketika orang yang saya sayangi pergi meninggalkan saya maka kondisi kesehatan saya langsung menurun. Jadilah hari ini saya izin gak masuk kerja. Si kesehatannya down karna hanya dalam hitungan jam saja mama papa akan meninggalkan saya sendiri. Sebenernya saya gak sendiri sih, masih ada kakak saya, adik dan dua ponakan. Tapi ya tetap aja akan merasa kehilangan keberadaan mereka. Maka jadilah kondisi kesehatan saya terpengaruh sama kondisi psikologi yang sesungguhnya tidak ingin ditinggalkan. Pengen ikut, tapi katanya kudu gantian. Nanti setelah kedua orang tua saya balik ke Medan, barulah kemudian saya yang ke Kuala Lumpur. Menjenguk si kakak dan ponakan baru saya.
Ini bukan kejadian pertama loh. Dulu saat di Batam, ketika kakak saya pindah ke Tangerang, saya sampai sakit juga selama sepekan. Tersadar bahwa saya akan ditinggal sendiri di Pulau kecil itu. Dengan kondisi fisik yang melemah, saya melakukan semuanya sendiri. Tapi tidak, saya tidak sepenuhnya sendiri. Saya mempunyai sahabat-sahabat yang luar biasa baik kepada saya. Sahabat yang menghargai saya, mencintai dan menyayangi saya apa adanya saya.
Lalu, saat sahabat saya Noney suatu kali hendak pergi juga. Ketika itu dia bilang hendak keluar kota, untuk keperluan kerja. Jadilah saya sakit menjelang hari-hari terakhirnya di kantor. Hehe . . . mungkin ada yang bilang saya lebay kali ya, tapi ya begitu lah adanya . . . kondisi psikologis saya terlalu lemah ketika harus dihadapi dengan perginya orang-orang yang saya sayangi dalam keseharian yang saya lewati. Dan selalunya berdampak pada kesehatan dimana imunitas tubuh saya juga terbilang rendah.
Ketika ada yang pergi dari hari yang saya jalani rasanya seperti kehilangan puzzle dalam ruang kehidupan yang saya miliki. Kosong, meski sadar sebenarnya masih banyak potongan-potongan puzzle lainnya yang menemani.
Hidup ibarat kaca
Kadang begitu rapuh dan kadang begitu angkuh
Bilapun ia pecah berserakan
Itu bukanlah akhir dari keindahan
Karena masih ada harapan dalam perjalanan panjang kehidupan
Kan ada yang menyusunnya kembali utuh
(Siluet Senja Quote's)
(Siluet Senja Quote's)
12 Okt 2012
Dua Puluh Ribu
Jika diibaratkan persawahan, maka keuanganku ibarat muslim paceklik. Hehe . . . biar begitu masih tetap harus bersyukur :)
Selalu tidak bisa berkata tidak ketika orangtua terutama papa ngecek duit dari kantong anaknya. Meski si anaknya punya duit cuma pas-pasan.
"Dua puluh ribu, lu. untuk pegangan papa", katanya merayu.
"Yahh pa, ini bukan duit lu", seruku sambil menyerahkan uang berwarna hijau itu. Ada bibit tidak rela, namun lebih besar lagi pohon keikhlasan memberinya.
Setelah memberinya, lalu aku pun berlalu. Belum pernah bisa nabung sampai detik ini. Tapi setidaknya aku bahagia, itu sudah cukup. Meski belum mampu memberi mereka berjuta-juta. Setidaknya aku disamping mereka.
Dua puluh ribu, kuperhatikan uang berwarna hijau itu yang kumasukkan begitu saja kedalam tasku. Uang hijau itu tidak akan rapi jika dimasukkan kedalam dompet berwarna putih milikku. Tentu saja, hal itu karena tidak ada si merah atau si biru yang menemani. Selembar dua puluh ribu itu, cukuplah dimasukkan kedalam tas begitu saja. Lebih aman :)
Sejenak aku berpikir, Eh ini tanggal berapa ya... Oo tanggal dua belas, hmm. . . masih tanggal muda seharusnya. Yang tersisa hanya selembar dua puluh ribu. Eh iya, besok kan dapat dua puluh ribu lagi pikirku. Alhamdulillaah, masih ada rezeki disana :)
Dua puluh ribu, kertas berwarna hijau itu kian berharga. Seharga ingatanku tentang ayah pada kopi. Tiba-tiba siang ini aku ingin membuat kopi dengan si Hijau Dua puluh ribu. Berkurang sediklit tidak mengapalah. Asal aku tidak mengantuk saja di ruangan ini :)
Hidup penuh berkah, Awali basmalah, akhiri hamdalah :)
~Terus bersyukur, sampai syukur itu kian terukir di jiwa
Selalu tidak bisa berkata tidak ketika orangtua terutama papa ngecek duit dari kantong anaknya. Meski si anaknya punya duit cuma pas-pasan.
"Dua puluh ribu, lu. untuk pegangan papa", katanya merayu.
"Yahh pa, ini bukan duit lu", seruku sambil menyerahkan uang berwarna hijau itu. Ada bibit tidak rela, namun lebih besar lagi pohon keikhlasan memberinya.
Setelah memberinya, lalu aku pun berlalu. Belum pernah bisa nabung sampai detik ini. Tapi setidaknya aku bahagia, itu sudah cukup. Meski belum mampu memberi mereka berjuta-juta. Setidaknya aku disamping mereka.
Dua puluh ribu, kuperhatikan uang berwarna hijau itu yang kumasukkan begitu saja kedalam tasku. Uang hijau itu tidak akan rapi jika dimasukkan kedalam dompet berwarna putih milikku. Tentu saja, hal itu karena tidak ada si merah atau si biru yang menemani. Selembar dua puluh ribu itu, cukuplah dimasukkan kedalam tas begitu saja. Lebih aman :)
Sejenak aku berpikir, Eh ini tanggal berapa ya... Oo tanggal dua belas, hmm. . . masih tanggal muda seharusnya. Yang tersisa hanya selembar dua puluh ribu. Eh iya, besok kan dapat dua puluh ribu lagi pikirku. Alhamdulillaah, masih ada rezeki disana :)
Dua puluh ribu, kertas berwarna hijau itu kian berharga. Seharga ingatanku tentang ayah pada kopi. Tiba-tiba siang ini aku ingin membuat kopi dengan si Hijau Dua puluh ribu. Berkurang sediklit tidak mengapalah. Asal aku tidak mengantuk saja di ruangan ini :)
Hidup penuh berkah, Awali basmalah, akhiri hamdalah :)
~Terus bersyukur, sampai syukur itu kian terukir di jiwa
Langganan:
Postingan (Atom)
Dua beda
Terkadang luka ada baiknya datang diawal. Agar kau tau bahwa hidup tak hanya tentang cinta. Gemerlap dunia hanya persinggahan yg fana. Me...
-
aku belum melakukan iniiii >>> Lapor pajak tahunan, buat Neraca 2012, ngoreksi hutang piutang, Ngoreksi nilai buku aktiva, pengarsi...
-
Setangguh Elang Yang mengepakkan sayapnya saat terbang. Lalu hilang Dibalik rimbunan dedaunan 09 January 2011
-
“Kalau Tuhan menginginkannya terjadi, maka sebuah kejadian pasti terjadi. Tidak peduli seluruh isi langit-bumi bersekutu menggagalkannya....