Mendapat titel mulia sebagai ulama lantaran pakaian dan tutur katanya bak ulama, dan disebut suu' lantaran perbuatan, ajakan, dan hatinya yang jahat.
Sebenarnya, ulama su' sekarang merupakan kepanjangan dan pewaris ulama suu' tempo dulu. Ulama ini selalu mencari celah-celah hukum Allah, sehingga mereka bisa memakan harta secara batil seperti kisah penduduk yang menghalalkan mencari ikan pada hari Sabtu dengan tipu daya yang cukup terkenal itu, atau menghalalkan hukum riba dengan berbagai alasan yang dibuat-buat.
Ulama ini menduduki peringkat ulama yang paling rendah, paling buruk dan paling merugi. Buruk dan merugi karena memiliki ilmu, namun tidak mengamalkan ilmunya dan tidak mengajarkannya kepada manusia. Di samping itu, ia mengajak kepada kejahatan dan kesesatan. Ia menyuguhkan keburukan dalam bentuk kebaikan. Ia menggambarkan kebatilan dengan gambar sebuah kebenaran. Ada kalanya, karena menjilat para penguasa dan orang-orang dzalim lainnya untuk mendapatkan kedudukan, pangkat, pengaruh, penghargaan atau apa saja dari perhiasan dunia yang ada di tangan mereka. Di pihak lain ada yang sengaja menentang Allah dan Rasul-Nya demi menciptakan kerusakan di muka bumi ini. Mereka tidak lain adalah para khalifah syetan dan para kaki tangan Dajjal.
Penebar Kebaikan, Jauh Keteladanan
Di antara ulama su' ada juga kelompok yang mengajak kepada kebaikan, namun tidak pernah memberikan keteladanan. Karenanya, Ibnul Qayyim berkata, "Ulama su' duduk di depan pintu surga dan mengajak manusia untuk masuk ke dalamnya dengan ucapan dan seruan-seruan mereka. Dan mengajak manusia untuk masuk ke dalam neraka dengan perbuatan dan tindakannya. Ucapan mereka berkata kepada manusia, "Kemarilah! Kemarilah!" Sedangkan perbuatan mereka berkata, "Janganlah engkau dengarkan seruan mereka. Seandainya seruan mereka itu benar, tentu mereka adalah orang yang pertama kali memenuhi seruan itu." (Al-Fawaid, Ibnul Qayyim, hal. 61).
Asy-Sya'bi berkata, "Akan ada sekelompok penduduk surga yang melongok, melihat sekelompok penduduk neraka. Lalu penduduk surga menyapa mereka dengan penuh keheranan, "Apa yang membuat kalian masuk neraka, padahal kami masuk surga karena jasa didikan dan ajaranmu ?". Mereka menjawab, "Sesungguhnya kami memerintahkan kalian melakukan kebaikan namun kami sendiri tidak melaksanakannya."
Allah telah mencela orang-orang semacam ini sejak zaman Nabi Musa alaihis salam dan mengabadikan hinaan itu di dalam kitab suci sepanjang masa.
"Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri. Padahal kamu membaca Al-Kitab (Taurat) ? Maka tidakkah kamu berpikir ?" (Al- Baqarah: 44). (Mukhtashar Jami' Bayanul Ilmi, Ahmad bin Umar Al-Bairuti, hal. 165).
Benar-Benar Merusak
Model ulama seperti ini banyak jumlahnya. Tak usah jauh-jauh, ulama yang dalam muktamar telah memutuskan keharaman musik, setelah pulang ke pesantrennya malah terang-terangan memutar kaset-kaset nyanyian atau bahkan santrinya direstui membentuk grup musik. Ada lagi yang dengan manisnya mengatakan bahwa tidak boleh menjadikan kafir sebagai pemimpin, namun malah menjadi propagandis dan mengajak umat untuk memilih orang-orang kafir sebagai pemimpin-naudzubillah-.
Satu lagi termasuk kelompok ulama su', ulama yang mengajak kepada kebaikan, namun dengan cara-cara kefasikan, seperti berdakwah dengan musik, sandiwara, dan gendingan. Mulutnya mengajak ke surga sementara tangan dan kakinya mengajak orang lain untuk bergoyang mengikuti syetan.
Ada lagi yang menggunakan metode lawak, sehingga ungkapan yang kotor dan contoh yang seronok menjadi bumbu wajib dalam setiap ceramahnya karena target keberhasilannya adalah puasnya hadirin dengan gelak tawa dan senyuman lebar sebanyak mungkin. Mulutnya mengajak kepada iman, namun lawakannya malah mengeraskan hati pendengarnya. Jenis ulama penghibur (pelawak dan pemusik) ini tidak mengikuti aturan dakwah dalam syariat Islam, tetapi mengikuti nafsu syetan demi mengejar ridha manusia. Mereka lupa akan ancaman Rasulullah n,
"Barangsiapa yang mencari ridha Allah dengan (resiko mendapat) murka manusia, maka Allah mencukupinya dari manusia. Dan barangsiapa mencari ridha manusia dengan (menyebabkan) kemurkaan Allah, maka Allah menyerahkan dirinya kepada manusia." (Riwayat At-Tirmidzi, no. 2419)
Walhasil, ulama suu' menimbulkan kerusakan agama, pemadam sunnah, pelindung bid'ah, pelopor maksiat. Tak berlebihan jika Ibnul Mubarak v mengungkapkan,
"Tidaklah merusak agama ini melainkan para raja, ulama su' dan para rahibnya."
Tiada lain, hal ini karena manusia ini bergantung kepada ulama (ahli ilmu dan amal), ubbad (ahli ibadah) dan muluk (umara, aghniya'). Jika mereka baik, manusia akan baik dan jika mereka rusak, pastilah dunia menjadi rusak. (Tafsir Ibnu Katsir, 2/462) Allahu A'lam
sumber: www.majalah-elfata.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan jejak dengan sejuta manfaat yang memotivasyifa^_^