Ini asli punya bang Tere Liye, saya copas bulat-bulat dari Fanpage Fesbuk dan saya share-kan di blog kecil saya ini. Semoga ada manfaatnya bagi yang membaca :)
Saya punya teman baik saat kuliah, belasan tahun lalu. Dan hingga hari ini tetap jadi teman baik. Di antara banyak teman lainnya, sy amat menghormatinya. Bukan karena dia paling sukses, paling kaya, paling ngetop. Tapi karena dia punya sebuah 'rahasia', yang tidak banyak orang bisa melakukannya--bicara sih mudah, prakteknya susah.
Saya ingat sekali, waktu itu, kami baru lulus kuliah, masing2 mulai bekerja, meniti karir masa depan. Satu persatu teman kuliah mengabarkan telah menikah, hingga akhirnya, teman yang satu ini bilang dia akan menikah, segera. Wow, itu sungguh kabar spesial.
Saya segera bertanya penuh antusiasme, dengan siapa? Dia menyebut nama seorang gadis. Sudah pernah bertemu? Menggeleng. Oke, saya segera paham, mereka mencari jodoh dengan proses berkenalan, tidak pacaran, jadi tentu belum pernah bertemu. Apakah anaknya cantik? Saya bertanya, menggoda. Dia tersenyum, menggeleng. Eh? berarti jelek, dong? Dia tertawa lepas.
Nah, inilah rahasia besarnya. Teman saya ini 'amat keterlaluan' mempercayai bahwa jodoh yg baik, akan dikirimkan Tuhan, tanpa tertukar, tanpa tersesat. Teman saya ini 'begitu keterlaluan' mempercayai bahwa laki-laki yg baik adalah utk wanita yg baik, dan sebaliknya, wanita yg baik utk laki-laki yg baik. Itu jelas tertulis di dalam kitab suci, mana mungkin dusta, dan dia memegangnya teguh2 tanpa keraguan sedikit pun.
Jadi, saat dia merasa sudah mulai mapan, bekerja, sudah saatnya menikah, maka dia mencari jodoh dgn kelapangan hati begitu besar. Bayangkan, dia hanya melihat selembar kertas, bertuliskan biodata gadis itu. Tidak melihat foto sama sekali, lantas mengangguk, dia bersedia.
"Serius? Tidak melihat fotonya sama sekali?"
Teman saya menggeleng, "Dengan melihat foto, saya khawatir malah berubah pikiran. Rasa mantap di hati jadi berkurang."
"Aduh, bagaimana kalau gadis jerawatan?" --maaf kalau ada anggota page ini yg jerawatan--
Teman saya tertawa. Untuk level dia, dengan melihat gesture tawanya, itu jelas bukan masalah.
"Aduh, bagaimana nanti kalau ternyata gadis itu panu-an? Bisul-an?" Saya mulai cemas--lagi2 maaf kalau ada anggota page ini yg panu-an, bisul-an.
Teman saya ini lagi2 hanya tertawa kecil.
Tahun-tahun itu, sy sungguh mengasihani betapa jauhnya perbedaan pemahaman di kepala sy dengan kepala teman sy itu. Di kepala saya, hanya dangkal, penuh ukuran duniawi. Di kepala dia, berserah diri dalam urusan jodoh, mengkristal menjadi langkah kongkret, bukan cuma bermanis2.
Maka, mereka menikah.
Hari ini, pasangan teman sy ini sudah punya empat anak. Apakah mereka bahagia? Sy tdk tahu. Yg saya lihat, mereka bisa mengatasi banyak pasang-surut keluarga mereka. Apakah pasangan ini akan langgeng hingga maut menjemput? Sy tdk tahu. Dunia terus berubah, dan orang2 boleh jadi berubah tabiat. Tapi jelas sekali, bukan itu poin pentingnya. Poinnya, saya menyaksikan hal ini dengan mata kepala sendiri. Dekat sekali.
Apakah ini cara menikah terbaik? Belum tentu. Apakah hal seperti ini menjamin masuk surga? Lagi2 belum tentu. Toh, di dunia ini, karena kasih sayang Tuhan, banyak saja yg aneh2, ngaco2, terlihat baik2 saja, kaya raya, dan mengaku bahagia. Lihatlah, pasangan tanpa menikah, artsi2 top itu, bangga sekali memamerkannya, memangnya pernah disambar petir? Tidak, kan.
Apakah kita boleh menolak lamaran gara2 karena hal fisik dan alasan duniawi lainnya? Ya boleh2 saja. Apakah kita boleh mencari pasangan paling oke? Selektif, penuh kriteria? Ya boleh2 saja. Tidak ada larangan. Saya tdk menemukan di dalam kitab suci dan riwayat hadis, ada ancaman masuk neraka orang2 yg melakukan hal seperti ini.
Tetapi dengan mendengarkan cerita teman saya ini, maka patut sekali dipikirkan, urusan ini lebih mudah dikatakan, tapi selalu lebih sulit saat dipraktekkan. Maka, sekarang, silahkan dipahami masing2. Bagi yg belum menikah, maka pikirkan baik2, akan seperti apa kalian menatap urusan perjodohan itu. Penuh ukuran duniawi, boleh. Berserah diri karena percaya itu takdir Tuhan, terus berdoa, memegang janji Tuhan dgn kokoh, juga amat boleh.
Yang tidak boleh itu, menjadi munafik. Membawa2 alasan agama utk keinginan duniawi pribadi. Karena urusan perjodohan ini kadang banyak sekali kelokan2 hipokrasinya. Sy tidak akan membahasnya lebih detail. Silahkan pikirkan saja. Saat kalian menjalaninya, kalian akan menemukan sendiri kelokan2 tersebut. Dan buat yg masih remaja, terlalu muda, belum mengerti, ingat saja tulisan saya ini, beberapa tahun lagi, boleh jadi masih relevan, dan kalian memahaminya.
**karena penghormatan itu, sy menulis nama anak pertama pasangan teman sy ini di halaman persembahan salah satu novel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan jejak dengan sejuta manfaat yang memotivasyifa^_^