Belajar tentang kehidupan.
Kumulai dari fase kabut senja. Pertanyaannya, kenapa dari fase tersebut? Sederhana
saja, mungkin karna ia proses akhir dari pencarian penghidupan. Lalu, kenapa
harus kabut? Mudah saja, itu karena beberapa hari ini aku tak melihat jingga
menggantung pada langit biru ketika sore hari beranjak petang mengganti malam.
Hanya kelabu, kelabu yang berkabut. Tapi dari sana pun aku memperoleh banyak
pelajaran dari kehidupan yang berjalan. Meski singkat, namun aku cukup mampu
mengambil ibroh dari setiap waktu yang berjalan.
Tentang apa saja?
Hm... tentu saja banyak, hingga
aku sulit menguraikan yang bagian mana terlebih dahulu aku paparkan. Baiklah,
kita mulai dari kuliah. Tiba-tiba aku teringat seseorang yang bertanya padaku
beberapa waktu lalu, “Masih ingin kuliah, lu?”, tanyanya padaku. Masih,
jawabku. Tapi... kata “tapi” tentu saja akan menghapus pernyataanku yg
sebelumnya. Hhehe.. mau tau “tapi kenapa?” singkat. Masalah biaya. Damn!
Teringat, pernah menuliskan dibuku catatan “Langit Senja”ku, usia 24 targetku
mendapat gelar S1. Tahun ini, usiaku akan genap mendarat di angka dua empat. Ya,
dua-empat. Lalu, bagaimana? S1nya dapatkah? Yah, seperti yang terlihat. Sampai
hari ini aku belum melanjutkan kuliahku. Beasiswa? Adakah? Tentu saja sampai saat
ini tidak ada, atau mungkin belum ada untuk program D3 ke S1. Eh, jadi
teringat, pernah ada yang mengatakan, mereka orang dari dunia maya, “Salah
sendiri milih D3”. Cuma bisa tersenyum. Tentu saja, karna yang mengatakan hal
tersebut tidak mengetahui proses yang aku lewati, mereka tidak atau mungkin
belum memahami bahwa kita memang tak bisa memilih ketika sesuatu itu sudah
jelas garis takdirnya.
Kembali melanjutkan potongan tapi..., yup! Kuliah- masih ingin lu? Jawabnya, singkat! Sudah kukubur keinginan itu. Kenapa? Menyerah? Mungkin itu sebagian pertanyaan orang-orang. Jawabku, aku justru sedang berjuang untuknya. Kuliah. Ya! K-U-L-I-A-H. Meski bukan untukku. Lalu? Untuk adikku. Menguliahkan adikku masuk kedalam salah satu list targetku. Sudah 5 tahun ia menjadi pengangguran mahasiswa. Alias belum kuliah. Keinginanku kukubur untuk membangun keinginan lain, aku ingin adikku juga merasakannya. Kenapa bukan orangtuaku saja yang menguliahkannya? Mungkin sebagian orang berpendapat seperti itu. Hey.. jika kau kuliah atas biaya orang tuamu sepenuhnya, maka bersyukurlah karna kau punya orangtua yang kaya karna mampu menyekolahkanmu, so..jangan pernah sia-siakan itu!
Kembali melanjutkan potongan tapi..., yup! Kuliah- masih ingin lu? Jawabnya, singkat! Sudah kukubur keinginan itu. Kenapa? Menyerah? Mungkin itu sebagian pertanyaan orang-orang. Jawabku, aku justru sedang berjuang untuknya. Kuliah. Ya! K-U-L-I-A-H. Meski bukan untukku. Lalu? Untuk adikku. Menguliahkan adikku masuk kedalam salah satu list targetku. Sudah 5 tahun ia menjadi pengangguran mahasiswa. Alias belum kuliah. Keinginanku kukubur untuk membangun keinginan lain, aku ingin adikku juga merasakannya. Kenapa bukan orangtuaku saja yang menguliahkannya? Mungkin sebagian orang berpendapat seperti itu. Hey.. jika kau kuliah atas biaya orang tuamu sepenuhnya, maka bersyukurlah karna kau punya orangtua yang kaya karna mampu menyekolahkanmu, so..jangan pernah sia-siakan itu!
Tiba-tiba aku kembali kefase
beberapa tahun silam, saat teman es em pe ku mampir kerumah. “Rumahnya
gini-gini aja lu?!”, retorik menurutku. Lalu ia melanjutkan lagi celotehnya
sambil bercerita tentang keadaan rumahnya yang sudah berubah menjadi lebih
bagus. Mungkin dia tidak paham, bahwa aku menjadi sangat sensitif ketika
penilaian orang-orang hanya dari segi materi. Materi lagi materi lagi. Aku bosan
ketika segala hanya diukur dengan uang. Huh.. padahal aku orang keuangan! Hahaha..
Saat hijrah ke Pulau seribu
pelangi dulu, niatku ingin mengumpulkan biaya untuk melanjutkan kuliahku. Namun,
jalannya memang tidak seperti apa yang aku bayangkan. Seiring berjalannya
waktu, ada saja hal-hal yang membuat sesuatu tidak menjadi sesuatu, namun ia
justru menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang memang sudah digariskan seperti
itu kejadiannya. Sesuatu yang akan kita mengerti setelah kita mampu melewati
fasenya dengan baik.
Sekarang pun begitu, aku sudah
kembali kerutinitasku yang dulu. Bekerja. Ya! Be-Ker-Ja. Hal yang dulu tak
pernah terpikir olehku. Karna memang aku sendiri tak ingin menjadi pekerja
aktif hingga sampai usia tuaku. Namun, selama aku menjadi seorang yang mandiri,
tentu saja aku masih butuh untuk bekerja. Hasil dari pekerjaankupun kelak akan
kusisihkan sebagian untuk membiayai kuliah adikku. Semoga ada jalan. Aamiin ya
Rabb..
Lalu bagaimana dengan keinginanku
yang sebenarnya? Ya! Kupendam dulu sejenak, pasti ada jalan atas niatan yang
baik. Bukankah Allaah itu MahaMengetahui lagi MahaBijaksana?! Retorik lagi. Tak
perlu ada kekhawatiran untuk semua. Semua sudah ada jalannya masing-masing. Segala
kekhawatiran dan kecemasan sesungguhnya tidak nyata, hanya sebentuk perasaan
yang ragu atas nikmat Rabb dan penjagaan-Nya atas apa yg kita khawatirkan.
Hm.. tiba-tiba aku teringat akan
orang-orang disekitarku yang takut kehilangan atas sesuatu. Entah apapun itu, sesuatu
yang mungkin sangat berharga dalam hidup mereka. Pernah kau merasa kehilangan? Aku
pernah. Dan dijalan itu aku kembali bermuhasabah. Dari sana aku justru
menemukan sesuatu yang selama ini belum pernah aku dapatkan. Ketika kau
kaehilangan sesuatu, banyak kemungkinan-kemungkinan yang menjadi sebab akibat
darinya. Bagiku, ketika aku merasa kehilangan, saat itu Allaah hendak
mengajariku untuk menjadi sederhana dalam langkahku, hendak mengajariku bahwa
keimanan-ketauhidan adalah kunci dari setiap penjabaran kehidupan. Ya, aku
hebat sekali dulu ketika membicarakan tentang keyakinan, ketauhidan. Karna ia
adalah pokok dari keimanan. Materi ketauhidan ala ilmuku yang masih seadanya.
“Kamu kan pintar, lu”, seru
seseorang. Tidak! Jawabku fasih. Hahah.. enatah kenapa, aku tidak pernah merasa
begitu. Ilmuku yang secetek begini saja sudah dibilang pintar. Tau dari mana
ini orang-orang?? Ngawur sajaa kalian. Apakah disebut pintar ketika ditanya dan
aku menjawab tidak tau?! Tapi masih mending lah dari pada ditanya trus akunya
sok tau. Itu sih namanya sok pintar. Hehehee :p
Kembali belajar tentang
kehidupan. Siklus kehidupan menimbulkan hukum sebab akibat dari setiap manusia
kepada manusia yang lainnya. Contoh kecilnya, kehadiranku dikantor menjadi
sebab bagi hadirnya sahabatku juga disana. Jadi ceritanya kami ini satu kantor,
setelah sebelumnya melanglang buana nyari kerja dimana-mana. Hingga akhirnya
saat aku mulai Stuck dengan cari
mencari pekerjaan, aku dapat info lowongan kerja dari ustadzahku disalah satu
perusahaan milik temannya. Alhamdulillaah, lalu melalui aku, kukabarkan berita
yang sama seperti yang pernah disampaikan oleh ustadzahku kepada sahabatku
perihal lowongan kerja di kantorku. Dan akhirnya, kami pun bersama. Bekerja
ditempat yang sama, mengaji pun ditempat yang sama pula. ~Alhamdulillaah ya
Belajar tentang kehidupan. Aku suka
langit sore yang slalu kutatap saat akan kembali pulang ke gubuk sederhanaku.
Langit yang berwarna warni. Selalu, hampir selalu warna-warni itu menghiasi
langit kotaku yang indah. Warna warna yg terbentuk pada saat matahari berada di
posisi tinggi, lebih tinggi dari 58 derajat dari garis horizon. Ketika cahaya
melewati awan cirrus yang tinggi, terkadang awan ini akan dapat menampilkan
proses pemecahan cahaya yang membentuk fenomena yang mirip dengan pelangi. Nama
lainnya Pelangi api, atau bisa juga disebut awan halo. Hey.. lihat! Kotaku memang
bertuah. Sepekan belakangan ini, aku sudah berkali-kali menyaksikannya. Keren.
Belajar tentang kehidupan. Malam semakin
menggantung tinggi, gelapnya menggulita. Bintang-bintang tak nampak, pun
rembulan. Mungkin kini saatnya ku menidurkan celoteh kecilku, kembali ke
senandung alam mimpi. Bercengkrama dengan penduduknya, hingga esok kuterbangun
dengan sisa-sisa cerita yang tersisa darinya.
~Semusim Pengharapan
Medan,
20.5.12
Jawab dengan hati
BalasHapusIkuti sembari coba pahami
Lalu pilih bijak yang kau mengerti
Tak perlu mengeluh karena jalan itu akan dan telah kau lalui
Kemudian pelajari hingga kau dapat simpulkan
Bahwa esok kan kau pastikan sebuah kemenangan
Terkadang sulit itu mengeja pilihan. Tapi jika kau mampu mengikuti jejak yang benar kau kan menemui jalan kemenangan. Hal tersebut 'mudah' dan takkan jadi masalah karena jalurnya telah banyak membuat untuk menuntun. Yang jadi masalah ketika kau menutup matamu, padahal jejak itu tepat dihadapanmu.
Walau kadang tak seperti yang kau ingin. Kau tahu ini sementara... Do the best!!!
Bukankah senjamu tak pernah tiada... ^^
siipp bang Broo =D #eh, mba broo
BalasHapusfilosofis sekali anda ini ^^
jago berkata2 kayaknya. hehe