Seperti senja...
Yang menjingga saat waktu berakhirnya hampir tiba. Semakin pekat, hingga akhirnya berujung gelap. Berganti malam. Semakin pekat, berulang pekat, menghitam. Dalam gulita aku mengeja maknamu.
Aku tak pernah menyalahkan langit yang mendung, lalu hujan dan membasahi bumiku. Aku hanya ingin melihatnya tersenyum dengan sinar bebintang milikku, juga lekungan bulan sabit yang semakin memperindah malammu kala itu.
Sejak ku putuskan untuk tak memperdulikanmu, sejak itu pula aku semakin rutin melihat langit malam itu. Aku ingin memastikan bahwa malam ini tak lagi mendung. Langitmu tak lagi kelabu. Sebab aku ingin melihat bintangku menghiasimu.
Semakin berlalu hari, semakin berlalu semua mimpi. Aku lelah menunggu malam, aku begitu merindukan pagi. Karna malammu selalu buram dihadapanku. Aku mencoba merayumu malam ini, Sekali saja kataku, biarkan bintang dan rembulanku menghiasimu. Kau tersenyum, lalu mengizinkanku tuk menyeraknya dilangitmu. Malam ini, kau hapus lelahku dengan binar gulitamu. Semakin pekat malammu, maka semakin indah pula bebintang dan rembulanku. Aku bahagia, kau damaikan hatiku. Dengan melihat kerlipan yang menghiasi langit malammu. Setidaknya untuk saat ini.
Dan esok, biarkan semua menjadi misteri. Karna saat terbangun, aku tak lagi berada di alam mimpi. Atau mungkin, aku memang tak pantas bermimpi tuk memeluk malammu lagi?
Entahlah,...
Malam memang hitam, namun justru dibalik hitamnya ia mampu memberikan keindahan lain yang mungkin tak kau kira sebelumnya.
Taman Marchelia,
12 Desember 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan jejak dengan sejuta manfaat yang memotivasyifa^_^