18 Feb 2013

Simfony Langit



Di pelataran senja yang merona, aku menari basah. Gelisahnya hujan menghardik pesonaku kala bercengkrama lewat jingganya. Melalui irama nada layang-layang aku bertitah: ini bahagiaku!
Senyum simpul terkulum tanda takzim yang tak lazim. Mengurai runut peristiwa sewindu dalam pancaran wewarna kelabu, atau mejikuhibiniu. Lukisan didinding itu kian gontai menggantung. Mungkin angin hebat menerpa kokoh ruangnya.

Perlahan waktu memberi jeda untuk mengurai masa, mengenang simfony nada yang pernah tercipta. Mungkin sesaat lagi, sedang aku masih terasing dalam diamku. Menunggu. Entah, apa kelak cukup masaku, berbagi cerita lewat butiran-butiran air mata bahagia atau mungkin lewat tawa yang berduka. Sedang potongan-potongan puzzle itu kian berkurang dari utuh. Satu persatu meluruh bersama waktu yang terus membunuh.

Aku butuh waktu. Menunggu atau terus berlabuh di dermaga bisu. Esok pasti kan menjelang, tentu saja dengan pengertian dan pemahaman yang berbeda. Jika pada akhirnya potongan-potongan puzzle itu kian meluruh, aku yakin kan ada yang datang menyusunnya kembali utuh. Bila nada-nada itu kian hilang, kelak kan ada yang memainkan nada-nada baru untukku. Meski ketukkannya tidak sama, tidak akan pernah sama. Selamanya . . .

Pergilah, sebagaimana keinginan Rabb atas jalan hidup kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan jejak dengan sejuta manfaat yang memotivasyifa^_^

Dua beda

 Terkadang luka ada baiknya datang diawal. Agar kau tau bahwa hidup tak hanya tentang cinta.  Gemerlap dunia hanya persinggahan yg fana.  Me...