28 Mei 2010

Selembar kertas senilai 45 juta…

“jika setiap menitnya sama dengan satu juta, maka kertas selembar itu bernilai empat pulih lima juta”

Malam ini aku prepare barang-barang yang mau di bawa besok kekampus. Termasuk satu lembar kertas binder yang berwarna pink-putih yang memang sejak kemarin telah aku letak didalam tas, tepatnya diselipan memo kecilku. Karna sebelumnya aku telah menghubungi adik kelasku untuk meminjam laptopnya esok hari. Karna tulisan itu ingin segera aku ketik-lalu aku publikasikan. Namun, apa yang tak kuharapkan terjadi. Kertas itu hilang. Raib entah kemana. Semua ini disebabkan karna keteledoranku sendiri.

“jika setiap menitnya sama dengan satu juta, maka kertas yang selembar itu bernilai 45 juta”.

Kenapa 45 juta? Mungkin sahabat akan bertanya seperti itu. Baiklah, akan saya jelaskan…

Dalam waktu yang cukup lama, mungkin hampir sekitar 2-3 bulan aku tidak aktif lagi menulis, belakangan ini waktuku tersita oleh kesibkan yang lain. Lalu, kemarin aku mencoba untuk menulis lagi, membuat suatu karya tulis berupa artikel sederhana yang kuselesaikan dalam waktu 45 menit-yang mana sekarang kertas itu hilang. Aku kelimpungan mencari kertas yang selembar itu. Seluruh isi tasku bongkar, memo tempat aku menyelipkan kertas itu berulang kali aku buka, begitu juga dengan buku yang ada didalamnya, tapi hasilnya nihil.

Di hati, ada rasa kehilangan yang cukup berarti. Kehilangan sesuatu yang dengan segena hati kita mengukirnya, namun sesuatu itu hilang entah kemana.

Bagimana tidak? Tulisan itu dibuat setelah sekian lama jemari ini tak menarikan suatu karya tulis yang baru. Tulisan itu merupakan satu-satunya tulisanku selama ini yang pembuatannya dari awal hingga akhir (selesai) menggunakan ukuran waktu.

Benar-benar sangat berarti, tulisan itu tulisan yang berarti. Meski bukan buatmu, setidaknya buatku. Bukan hal yang mudah untuk membuat tulisan yang sama lagi. Ditulis ulang pun, pasti tidak akan sama. Dan aku harus rela kehilangan 45 juta dari genggamanku.

Tapi setidaknya, kehilangan “tulisan” memberikanku sebuah pelajaran baru, hikmah baru. Dan karena kehilangan tulisan itu pula, lahirlah tulisanku yang ini.

Meski mungkin tidak terlalu banyak manfaat yang bisa diambil dari tulisan ini. Mungkin perasaan ini sama seperti yang mereka asakan, saat aku memutuskan untuk pergi. Maaf…

Kini aku tau bagaimana rasanya kehilangan sesuatu yang benar-benar berarti dalam hari-hari yang dilalui.

Mari, menulis lagi….!!!!

Jum’at, 26 maret 2010; 21:59

Dua beda

 Terkadang luka ada baiknya datang diawal. Agar kau tau bahwa hidup tak hanya tentang cinta.  Gemerlap dunia hanya persinggahan yg fana.  Me...