26 Sep 2012

Kabar Langit ~27 Ramadhan

"Lu . . . cepat pulang dek. Pulang sekarang ya dek. Bang Aan gak bisa ngapain-ngapain lagi. Udah gak gerak lagi."
"Kenapa kak? trus mau diapain? apa mau di ruqyah?"
"Iya dek. Carilah kawan adek yang bisa ngeruqyah."
"Oh, ya kak. Bentar lu cariin ya."
-------------------------------------------------------------
"Pak saya permisi pulang deluan, abang saya sakit parah."
"Oh, ya udah bu. Silahkan"
-------------------------------------------------------------
"Pak, punya kenalan yang bisa ngeruqyah gak? abang saya parah katanya. Udah gak bisa ngapain-ngapain lagi."
"Ada bu, bentar saya coba hubungi dulu."
-------------------------------------------------------------
-Di jalan pulang, motor laju kukendarai. Melewati celah-celah yg bisa kulalui. Namun. . . . Oh Robbi, macet!!!! Ini bulan puasa, hampir setiap perusahaan memberlalkukan pulang lebih awal. "Kenapa jam segini pun macet? bukan kah biasanya jam 5 baru macett????"
--------------------------------------------------------------
Sampai di rumah.
Kak Iin keluar menuju pintu depan, dengan wajah sendu berurai air mata. Aku parkirkan kereta di teras rumah. Masuk ke dalam rumah dengan tergesa. 
"Mana bang Aan??"
"Itu dek.", Seru istrinya
"Sebentar lu wudhu' dulu." (Berwudhu' hendak membacakan Kalam Allaah didekat abang)
Dengan cemas sambil membasuh tubuh dengan wudhu'. Selepas wudhu', aku pun bergegas masuk ke kamar dimana abang terbaring diatas lantai. Ku ambil Qur'an dari dalam tasku. Belum sempat Quran itu kubuka untuk kubaca, langsung kuletakkan diatas meja. Tubuh abang lain, pikirku. Seperti tidak bernyawa. Dan . . . Dimana nafasnya? Tak kulihat gelombang naik turun desah nafas dari perutnya.
Lalu kuperiksa nadinya, berulang kali. nadiku pun kuperiksa sebagai bahan perbandingannya. Nadiku berdenyut. Sedang nadinya, kosong! Rabbi. . . . dimana denyut nadi itu?? kukirimkan sms ke sahabatku nurul, Nurul mencoba menenangkan. Coba periksa nadi lehernya lu, yang itu lebih akurat. Tidak au lakukan. Ku tempelkan rapat-rapat telingaku ke dada abang. Mencoba merasakan detak jantungnya. Kulepaskan-kutempelkan-kulepaskan-kutempelkan lagi, orang disekelilingku ku minta untuk diam, karna aku sedang konsentrasi dengan pendengaranku yang menempel didada abang. Tidak, detak jantungnya pun tidak kutemukan, satu degub pun tak terdengar, meski yang terlemah sekalipun.
"Innalillaahi. . . . . . iinnalillaahi wa inna ilaihi rooji'un", kataku pelan. "Bang Aan udah gak ada", katalku tegar.

Mama dan adikku menangis histeris. Adikku Bayu memeluk mama. Mama Shock mendengar kalimat yang terucap dari bibirku. Om/ pamanku pun menangis, memanggil-manggil abangku. Sepupuku Deni menampar-nampar abangku, menyuruh agar ia segera bangun. Tapi itu tak mungkin. Abang sudah tidak bernyawa lagi. Menangis. . . kamarku ini diselimuti dengan hujan. Mendung yang sudah kurasakan sejak beberapa waktu yang lalu.

Masih antara sadar dan gak sadar, seisi rumah belum sepenuhnya mempercayai kalimatku. "Untuk lebih pasti, kita bawa ke rumah sakit. Minta diperiksa sama dokter. Semuanya setuju. Aku berulangkali menghubungi sahabatku Angga untuk memastikan Ambulance. Tapi, ternyata ambulance-nya semua sedang beroperasi. Tak berapa lama, abang ipar pulang membawa serta  mobil kantornya. Abang diangkut dengan mobil menuju Rumah Sakit Pirngadi Medan. Awalnya aku ingin ikut, tapi niat kuurungkan setelah papa memintaku untuk di rumah saja.

Kuputuskan untuk merapikan ruang depan. Memeindahkan barang-barang yang ada ke kamar belakang. Aku meminta adikku untuk membantuku. Feeling ini tak pernah bohong. Dan benarlah, beberapa menit kemudian om/pamanku datang membawa kabar duka dari langit, langit memang kala mendung hari itu, "Abangmu udah gak ada." Dan . . . pecahlah tangis yang kutahan sejak tadi.


"Kullu nafsin Dzaa iqotul maut". . . 
Tiap-tiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati.
Qur'an

Malam Jum'at, 27 Ramadhan
Bang Aan meninggal diwaktu dan dihari yang baik,
Meninggal pun dalam keadaan yang baik pula,
Lewat penerimaan atas sakit yang dideritanya
Lewat keikhlasan atas apa yang menimpanya.
Ya Rabb. . .
Jadikan kami Ridho atas segala yang menjadi ketetapan-Mu
Jadikan kami ikhlas atas apa yang pernah Engkau titipkan pada kami.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan jejak dengan sejuta manfaat yang memotivasyifa^_^

Dua beda

 Terkadang luka ada baiknya datang diawal. Agar kau tau bahwa hidup tak hanya tentang cinta.  Gemerlap dunia hanya persinggahan yg fana.  Me...