15 Apr 2012

TA'ARUF DAN TATA CARANYA


Dikalangan tertentu pacaran tidak dikenal, pun mereka tahu tetapi cenderung menghindari karena menganggap gaya itu tidak lagi mutlak dilakukan pada masa pranikah. Selain dinilai tidak sesuai dengan norma agama -ini terbukti dari pengalaman sepanjang sejarah keberadaan manusia bahwa pacaran cenderung kelewat batas bahkan tidak sedikit yang amoral- juga berkembangnya pemikiran bahwa satu kesia-siaan saja berjalan bersama orang yang belum tentu 100 % menjadi pasangannya. Ya, bagaimana mungkin bisa meyakinkan bahwa orang yang saat ini berjalan bersamanya memiliki komitmen untuk tetap ‘setia’ sampai ke jenjang pernikahan, la wong sudah sekian tahun berpacaran ternyata wacananya hanya sebatas curhat-curhatan dan take n give yang tak berdasar, tidak meningkat pada satu tindakan gentle, menikah! Atau setidaknya mengajukan surat lamaran ke orangtua si gadis. Berbagai dalih dan argumentasi pun meluncur untuk mengkamuflasekan ketidakgentle-annya itu, yang kemudian semua orang pun tahu itu cuma lips service dari orang yang tidak benar-benar dewasa alias childish.

Kedewasaan, ukurannya tidak terwakili hanya oleh umurnya yang diatas seperempat abad misalnya, tetapi juga pada sikap diri, attitude yang tertampilkan dalam kesehariannya. Dalam dunia pekerjaan, sikap dewasa dapat dilihat dari profesionalisme kerja, termasuk didalamnya kedisplinan. Dalam hubungan interelasi, bijaksana, proporsional dalam bersikap dan berbicara bisa jadi satu parameter kedewasaan. Nah yang menjadi masalahnya kemudian, tidak sedikit orang yang seharusnya bersikap dewasa justru memamerkan sifat kekanakkan saat berkesempatan bersama pasangannya, sikap yang dipraktekkan secara tidak proporsional dari ungkapan kasih sayang dan pengorbanan.

Orang terlihat dewasa mungkin hanya dari fisiknya saja, namun sisi lainnya seringkali luput dari perhatian. Padahal kedewasaan jelas meliputi beberapa aspek yang sekiranya patut diperhatikan dalam memilih pasangan yang kelak dinominasikan untuk menjadi pasangan hidup. Dewasa secara fisik, dimana organ-organ reproduksi telah berfungsi secara optimal yang ditandai dengan produksi sperma yang baik pada pria dan produksi sel telur yang memadai pada wanita. Selain perkembangan sel-sel otot tubuh menandakan –sekaligus membedakan- pria dan wanita. Dewasa secara psikologis, yang ditandai dengan kemampuan untuk menyelesaikan masalah dan konflik-konflik yang terjadi dalam kehidupan, serta mampu menjalani hubungan interdependensi. Ini penting untuk diperhatikan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan bersama dalam pernikahan. Dewasa secara sosial-ekonomi ditampakkan dalam kemampuan seseorang untuk membiayai kebutuhan hidup yang layak sebagai suami-istri. Tentu hal ini terkait dengan adanya pekerjaan yang jelas serta penghasilan yang tetap, serta kesadaran akan meningkatnya biaya kehidupan dari waktu ke waktu seiring dengan bertambahnya anggota keluarga kelak.

Berdasarkan aspek kedewasaan diatas, maka wajarlah jika disatu sisi justru ada orang yang enggan berpacaran. Seperti diuraikan sebelumnya, bahwa pacaran selain tidak diajarkan dalam agama Islam karena melanggar norma yang digariskan, juga dianggap ‘buang-buang waktu’, ‘wujud ketidakgentle-an’, ‘aktifitas sia-sia’ dan lain-lain. Namun sekedar diketahui, bahwa diluar itu ada sebagian yang memang benar-benar takut untuk mencintai, dicintai dan bahkan takut jatuh cinta. Dalam psikologi, orang-orang ini mungkin dianggap terkena sindrom fear of intimacy, satu kondisi yang disebabkan oleh ketakutan yang teramat sangat untuk menerima resiko kenyataan di kemudian hari. Seperti ditulis astaga.com, menurut psikolog Robert W Firestone dan Joyce Catlett, fear of intimacy ini adalah salah satu perwujudan dari pertahanan psikologis, yang lebih merupakan cermin dari pikiran dan sikap negatif atas hal-hal yang dilihat dan dipelajarinya waktu kecil.

Maka kemudian, Islam mengenal ‘pacaran’ dalam kemasan yang berbeda. Ustadz Ihsan Arlansyah Tanjung, konsultan keluarga sakinah di situs eramuslim sering mengatakan bahwa pacaran akronim dari ‘pakai cara nikah’. Ya, Islam hanya mengajarkan bentuk-bentuk curahan kasih sayang dan cinta itu setelah melalui satu proses sakral yakni pernikahan. Sementara proses pranikah yang dilakukan untuk saling mengenal antara calon pria dan wanita biasa disebut proses ta’aruf (perkenalan). Yang penting dari ta’aruf adalah saling mengenal antara kedua belah pihak, saling memberitahu keadaan keluarga masing-masing, saling memberi tahu harapan dan prinsip hidup, saling mengungkapkan apa yang disukai dan tidak disukai, dan seterusnya. Kaidah-kaidah yang perlu dijaga dalam proses ini antar lain nondefensif, tidak bereaksi berlebihan pada feedback negatif, serta terbuka untuk mencoba pengalaman-pengalaman baru, Jujur, tidak curang, berbohong dan punya sense of integrity yang kuat, Menghormati batas-batas, prioritas dan tujuan calon pasangan yang menyangkut diri mereka maupun tidak, Pengertian, empati, dan tidak mengubah pasangannya sedemikian rupa serta tidak mengontrol, manipulatif, apalagi mengancam pasangan dalam bentuk apa pun.

Dalam tahap ini anda dan dia bisa saling mengukur diri apakah cocok satu sama lain atau tidak. Masing-masing pihak masih harus sama-sama membuka options/kemungkinan batal atau jadi. Maka umumnya dilakukan tanpa terlebih dahulu melibatkan orangtua agar tidak menimbulkan kesan ‘harga jadi’ dan tidak ada lagi proses tawar menawar, sehingga jika pun gagal/batal tidak ada konsekuensi apa-apa. Karena jika sudah sampai menemui orangtua berarti secara samar maupun terang-terangan seorang pria sudah menunjukkan niat untuk memperistri si wanita. Yang perlu jadi ingatan, seringkali pasangan-pasangan itu terjebak dalam aktifitas pacaran yang terbungkus sampul ta’aruf. Apa namanya bukan pacaran kalau ada rutinitas kunjungan yang melegitimasi silaturahmi dengan embel-embel ‘ingin lebih kenal’.

Jika sudah mantap atas pilihan masing-masing barulah kemudian melibatkan orang tua dalam proses selanjutnya, lamaran (khitbah). Untuk khitbah tak ada aturan yang kaku, yang penting dalam masa penjajagan keduanya berkenalan dan saling mengungkap apa yang disukai dan tidak disukai, saling mengungkap apa visi misi dalam pernikahan dan seterusnya. Tentunya khitbah harus tetap mengikuti aturan pergaulan Islami, tak berkhalwat, tak mengumbar pandangan, tak menimbulkan zina mata, hati (apalagi badan), tak membicarakan hal-hal yang termasuk kejahatan dan sebagainya.

Yang perlu disadari, khitbah mirip jual beli, dalam masa tawar menawar bisa jadi, bisa juga batal. Pembatalannya harus tetap sopan menurut aturan Islami, tidak menyakiti hati dengan kata-kata yang kasar, tidak membicarakan aib yang sempat diketahui dalam khitbah kepada orang lain. Namun sebagaimana jual beli harus ada prinsip kedua belah pihak ridho. Khitbah baru bisa berlanjut ke pernikahan jika kedua pihak ridho, jika salah satu membatalkan proses tawar menawar maka pernikahan tak akan jadi. Kalaupun dibatalkan (meski mungkin menyakitkan), harus ada alasan yang kuat untuk salah satu pihak membatalkan rencana nikah yang sudah matang. Sebab Islam melarang ummatnya saling menyakiti tanpa alasan. Jadi jika ada yang ragu (dengan alasan yang benar) sebelum menikah, sebaiknya membatalkan sebelum terlanjur.

Adapun jarak antara khitbah dan akad nikah, tidak ada aturan yang menjelaskan harus berapa lama, tentu dalam hal ini masing-masing pihak bisa mengukurnya sendiri. Satu hari bisa jadi sudah deadline bagi pria-wanita yang sudah sedemikian menggebunya hingga khawatir terjerumus kepada dosa zina. Namun jika bisa merasa ‘aman’ dengan menunda beberapa waktu tidak masalah.

Jadi, jika segalanya sudah terencana dengan matang dan baik, seperti kata seorang bijak, jika berani menyelam ke dasar laut, mengapa terus bermain di kubangan, kalau siap berperang mengapa cuma bermimpi menjadi pahlawan … Wallahu a’lam bishshowaab


Ta'aruf. Istilah ini sering disebut dan dirasakan sangat penting sebelum memutuskan utk menuju jenjang pernikahan. Secara harfiah sih, artinya berkenalan. Tapi di sini yg kumaksud ta'aruf utk menikah. Nah kayaknya jika ada org yg mengajak kita ato bahkan kita yg berinisiatif mengajak org lain utk ta'aruf, perlu diperjelas maksudnya. Jgn sampe yg kita maksud ta'aruf for married, eh pihak sana memahaminya sbg ta'aruf sbg sahabat saja.

Meskipun istilah ini sudah teramat akrab di kuping, mata maupun hati kita tapi kayaknya ia masih dibiarkan begitu saja. Artinya dijalani apa adanya tanpa sebuah kerangka yg jelas. So, izinkan aku utk urun rembug sedikit soal salah satu istilah yg plg mengetarkan ini :).

Kukira, kita perlu membuat semacam aturan main ttg ta'aruf agar semuanya jelas dan kalo ada apa2, bisa merujuk pada aturan main ini. Aturan main itu mencakup misalnya hal2 apa yg hrs dita'arufi, gimana caranya, apa yg boleh dan apa yg tidak boleh dilakukan dsb.

Ketentuan umum :
1. Tak ada keharusan bahwa ta'aruf itu hrs berlanjut dgn pernikahan.
Ini cuma penjajakan saja. Kalo cocok dan Allah mengizinkan, ya bisa ke pelaminan. Kalo gak, ya cari yg lain aja :-). Walopun begitu, kalo emang akhirnya gak jadian (kayak org pacaran aja pake jadian), mudah2an tidak ada yg kecewa ato tersakiti hatinya. Dan juga agar masing2 pihak bisa menyimpan rhs pihak lain.

2. Ta'aruf cuma 1-1.
Artinya seorg lelaki cuma berta'aruf dgn seorg wanita dan sebaliknya. Jgn sampe satu org berta'aruf dgn banyak org. Knp hrs dgn satu org? Sebab menurutku ta'aruf itu mempunyai keistimewaan sendiri. Artinya ada hak2 eksklusif yg melekat pd masa itu misalnya kebolehan utk melihat fisik dan menggali informasi sebanyak2nya.

Kok gak salah, dulu ada yg berpendapat kalo masih tahap penjajakan pemikiran dan pemahaman, gpp dgn banyak org. Hmmm, kayaknya aku bisa setuju jg. Tapi kalo sdh semakin mengerucut maka kukira kita hrs berani utk berhadapan satu lawan satu.
Ada jg yg khawatir kalo konsepnya 1-1 dan tdk berlanjut ke jenjang pernikahan maka akan membuang waktu. Kalo ta'aruf dgn banyak org, jika yg satu gagal maka masih ada cadangannya dan gak perlu memulai dr awal. Terus terang, aku lom bisa menerima alasan spt ini. Kukira kalopun gagal, ya itu emang udah resiko perjuangan (ceile……..). Kita mulai lagi utk berta'aruf dgn yg baru.
Perlu jg dipikirkan, kalo ta'arufnya 'berjama'ah' akan membuat kesimpangsiuran. Misalnya si A berta'aruf dgn si X, Y dan Z. Sdgkan si X sendiri berta'aruf dgn si A, B, C, D, dan E.

Gimana kalo ada yg melamar ketika sdg ta'aruf? Misalnya pria A sdg berta'aruf dgn wanita B. Trus ada pria X yg lsg meminang wanita B. Ato bisa jadi si A dijodohin ortunya dgn wanita lain. Kalo menurutku sih, yg jadi prioritas pertama tetaplah ta'aruf antara si A dan si B.

3. Komitmen utk menikah itu yg membedakan ta'aruf dgn perkenalan biasa lainnya. Yg jelas di situ gak ada komitmen utk menikah dan tentu saja ada perbedaan perlakuan misalnya ttg data2 yg boleh dan tidak boleh diberikan.

4. Bersikap jujur dan apa adanya.

Apa yg hrs dita'arufi?

1. Pemikiran
Bagaimanapun pemikiran itu berpengaruh pada tindakan dan perilaku termasuk juga bagaimana nantinya membangun RT dan mendidik anak2. Nah kadang org itu mikirnya terlalu simple bahwa yg penting itu akidahnya. Padahal kalo cara mikirnya gitu, sudah sejak lama umat Islam itu bisa bersatu.

2. Fisik
Kayaknya yg ini jelas ya. Untuk mengetahui fisik itu gak bisa cuma diwakili selembar foto. Kalo pun tukar2an foto, itu cuma pendahuluan saja. Walopun begitu jgn buru2 utk make cara Umar yg menyingkap pakaian utk melihat betis ato cara sahabat yg katanya sampe ngintip dr atas genteng. Wah bisa2 diteriakin maling. Jadi paling2, ya ketemu lsg aja utk mengetahui seberapa kurus/gemuk, seberapa tinggi dsb. Oh ya, ttg fisik ini juga mencakup penyakit2 berat yg sdg maupun yg pernah diderita. Juga ttg kekurangan fisik lainnya, misalnya sapa tahu lubang idungnya cuma satu ^__^.

3. Ibadah
Ini mencakup ttg ibadah2 sunnah yg dilakukan. Kalo wajib sih kayaknya gak perlulah. Kalo gak ngerjain yg wajib sih, waaaaaaaaah………..Bisa juga ttg berapa banyak hapalan Qur'an dan hadits.

4. Sifat alias akhlak
Allah bilang kalo Muhammad itu diutus utk memperbaiki akhlak manusia. Jadi akhlak itu sgt penting utk diketahui. Ya masing2 pihak hrs tahu dong gimana sifat2 pihak lain apakah cengeng, pemarah, dermawan, suka usil, sering dengki dsb. Setuju ya?

5. Kondisi keluarga
Pernikahan itu kan gak cuma menyatukan dua org anak manusia tetapi juga dua buah keluarga yg memiliki kondisi berbeda.

Skrg ttg sarana2 yg bisa dipake utk ta'aruf
1. Internet (email, chating, webcam)
2. Surat
3. Telpon
4. Face to face

Kukira taa'aruf ini juga perlu dilakukan secara bertahap. Mungkin dr yg paling umum dulu ato yg paling penting. Bisa juga ta'aruf ttg pemikiran dulu. Gak bisa kan lsg semuanya dibeberkan ato lsg face to face. Terserah mo mulai dr mana.

Satu hal lagi yg perlu diingat adalah bahwa kayaknya masing2 pihak perlu utk mendapatkan akses ke sumber2 informasi pembanding. Bagaimanapun kan gak bisa kita cuma mengklaim kalo diri kita itu begini2. Kan terlalu subjektif namanya khususnya kalo menyangkut ttg sifat2. Bisa saja kan si A ngaku2 sbg org yg penyabar tapi nyatanya tiada hari tanpa marah. Ato bilang bisa masak padahal bisanya cuma masak air, mi instant dan sarden.

Sumber2 informasi itu ya teman2 kita. Jadi nanti mungkin kita perlu memperkenalkan teman2 kita yg benar2 sudah mengenal kita secara mendalam. Dalam pikiranku saat ini sih biar parktis, dibuat semacam angket/kuesioner ato apapun namanya ttg kepribadian dan ibadah. Jadi angket itu diisi oleh org2 yg mengenal ttg diri kita. Trus hasilnya saling dipertukarkan. Jadi masing2 dpt melihat bgm penilaian org lain thdp sang calon. Kalo penilaian org lain ttg diri kita, gak usahlah kita ketahui biar kita gak sinis kalo2 ada yg menilai kita negatif. Cuma saat ini aku masih bingung mo buat gimana kuesionernya. Soalnya utk buat itu agar valid khan tidak mudah. Makanya kayaknya butuh anak psikologi nih. Ato ada yg bisa ngebantu utk buatin?
Adapun proses dalam ta'aruf adalah :

1. Menjaga pandangan mata dan hati dari hal-hal yang diharamkan (QS. An Nuur: 30-31)
2. Materi pembicaraan tidak mengandung dosa dan tidak bermuatan birahi (Qs. An Nisaa:114)
3. Menghindari khalwat/berdua-dua-an
"Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-sekali berkhalwat (berduaan) dengan seorang wanita ditempat yang sunyi, sesungguhnya syetan akan menjadi orang ketiganya" (HR. Ahmad)
4. Menghindari persentuhan fisik
"sabda Rasul SAW "sesungguhnya aku tidak pernah bersalaman dengan wanita (bukan muhrim)" (HR. Bukhari)
5. Menjaga aurat masing-masing sesuai aturan syar'i atau islam (batasan aurat tubuh wanita adalah seluruh tubuhnya wajib ditutup kecuali muka, telapak, dan punggung tangan, sedang laki-laki batasan aurat dari lutut hingga pusar) (Qs.An Nuur:31)

Perbedaan Ta'aruf Dan Pacaran

Makna ta'aruf yang sebenarnya adalah berkenalan. Jika yang anda maksudkan adalah taaruf dalam rangka akan menikah, maka kira-kira umumnya dilakukan sebagai berikut:

1. Saling tukar menukar data diri, nama, alamat, tempat tanggal lahir, nama orang tua, suku, hobi, dan lain-lain yang dianggap wajar sebagai perkenalan pertama. Plus foto masing-masing.

2. Jika dari data pertama tersebut, jika kedua pihak setuju, maka pertemuan dilanjutkan sesuai kesepakatan untuk berjumpa pertama kali atau “melihat”. Yang kita sebut "melihat" inilah yang sebenarnya sesuai sunnah Nabi SAW, sebab Beliau SAW ketika salah seorang menyatakan akan menikah dengan si fulanah, beliau bertanya apakah sudah pernah melihat fulanah tersebut? Kemudian Beliau menganjurkan sahabat tersebut untuk melihatnya, dengan alasan: “karena melihat membuat engkau lebih terdorong untuk menikahinya”. Kira-kira demikian. Yang disebut “melihat” ini biasanya dilakukan dengan ditemani orang lain, sesama wanita dari pihak wanita (atau mahramnya yang pria) dan si pria bisa sendiri atau dengan orang lain.

3. Dalam pertemuan pertama tersebut fungsinya membuktikan data foto. Bisa jadi dalam pertemuan tersebut satu sama lain saling bertanya tentang hal-hal yang perlu diperjelas.

4. Seringkali pertemuan tsb dilanjutkan dengan “hubungan” selanjutnya dengan maksud memperjelas perkenalan, yaitu mungkin dengan (1) surat menyurat (2) sms atau telepon (3) atau pertemuan lain dengan komposisi yang sama. Dalam langkah selanjutnya ini umumnya yang dilakukan adalah mendetilkan perkenalan.

5. Jika saling setuju, maka selanjutnya kedua pihak mulai melibatkan ortu, kadang juga ortu terlibat sejak awal, namun biasanya jika sudah melibatkan ortu itu artinya mulai bicara teknis pernikahan.

6. Jika sudah bicara teknis artinya sudah dalam proses menuju pernikahan atau dengan kata lain si wanita sudah dilamar dan tak boleh dilamar pria lain. Seringkali kami juga menganjurkan agar kedua pihak (pada tahap antara nomer 4 dan 5) untuk saling tukar data lebih jauh, misalnya keduanya masing-masing membuat semacam surat perkenalan yang menceritakan tentang diri masing-masing, misalnya kisah singkat tentang dirinya atau tentang hobinya dsb. Ini ijtihad saja yang intinya untuk memberi kesempatan atau sarana bagi kedua pihak untuk taaruf. Bisa juga anda engembangkan cara-cara lain.

Apapun juga ada beberapa kesimpulan yang dapat ditarik sebagai “aturan main” taaruf untuk pernikahan pada zaman kita ini :

1. Tidak berkhalwat (hadits ttg ini sudah jelas dan dibahas di banyak buku dan kesempatan)
2. Tidak boleh zina hati dan zina mata (termasuk mendekati zina)
3. Agar nomer 2 tidak dilanggar, maka waktu taaruf tak boleh terlalu panjang, apalagi jika sampai tanpa batas yang ditentukan. Jika tak bisa menentukan waktu, sebaiknya pisah saja dulu tanpa ikatan janji.
Sebab (1) janji atau yang semacam itu mengundang harap-harap dan itu menjadi zina hati
(2) Janji menyebabkan pria lain tak bisa mendekati si wanita dan itu membuat posisinya sudah “setengah milik” bagi pria yang sedang melamarnya tanpa batas waktu kapan menikah.
(3) (3) keadaan yang bagaikan “setengah milik” ini menimbulkan kecenderungan mencairkan “hijab dalam pergaulan” antara kedua insan tersebut, ini menjadi mendekati zina. Contohnya adalah timbulnya perilaku cemburu pada pacar atau tunangan yang padahal tak ada kaitan/ikatan apa-apa.
4. Jika sudah ada kata sepakat, segeralah menentukan waktu dan kemudian menikah. Wallahua’lam bishshowwaab. Yang benar datangnya dari Allah SWT, yang salah datang dari kelemahan, kebodohan dan kemaksiyatan manusia.

Adapula perbedaan taaruf dengan pacaran adalah sebagai berikut:

Tujuan
- taaruf (t) : mengenal calon istri/suami, dengan harapan ketika ada kecocokan antara kedua belah pihak berlanjut dengan pernikahan.
- pacaran (p) : mengenal calon pacar, dengan harapan ketika ada kecocokan antara kedua belah pihak berlanjut dengan pacaran, syukur-syukur bisa nikah ...

Kapan dimulai
- t : saat calon suami dan calon istri sudah merasa bahwa menikah adalah suatu kebutuhan, dan sudah siap secara fisik, mental serta materi.
- p : saat sudah diledek sama teman:"koq masih jomblo?", atau saat butuh temen curhat, atau saat taruhan dengan teman.

Waktu
- t : sesuai dengan adab bertamu.
- p : pagi boleh, siang oke, sore ayo, malam bisa, dini hari klo ngga ada yang komplain juga ngga apa-apa.

Tempat pertemuan
- t : di rumah sang calon, balai pertemuan, musholla, masjid, sekolahan.
- p : di rumah sang calon, kantor, mall, cafe, diskotik, tempat wisata, kendaraan umum & pribadi, pabrik, Hutan (banyaknyamuk kali) he,,

Frekuensi pertemuan
- t : lebih sedikit lebih baik karena menghindari zina hati.
- p : lazimnya seminggu sekali, pas malem minggu.

Lama pertemuan
- t : sesuai dengan adab bertamu
- p : selama belum ada yang komplain, lanjut !

Materi pertemuan
- t : kondisi pribadi, keluarga, harapan, serta keinginan di masa depan.
- p : cerita apa aja kejadian minggu ini, ngobrol ngalur-ngidul, ketawa-ketiwi.(g jelas deh poko’y)

Jumlah yang hadir
- t : minimal calon lelaki, calon perempuan, serta seorang pendamping (bertiga). maksimal tidak terbatas (disesuaikan adab tamu).
- p : calon lelaki dan calon perempuan saja (berdua). klo rame-rame bukan pacaran, tapi rombongan.

Biaya
- t : secukupnya dalam rangka menghormati tamu (sesuai adab tamu).
- p : kalau ada biaya: ngapel, kalau ngga ada absent dulu atau cari pinjeman, terus tempat pertemuannya di rumah aja kali ya? tapi gengsi dong pacaran di rumah doang ?? apa kata doi coba ??

Lamanya
- t : ketika sudah tidak ada lagi keraguan di kedua belah pihak, lebih cepat lebih baik. dan ketika informasi sudah cukup (bisa seminggu, sebulan, 2 bulan), apa lagi yang ditunggu-tunggu?
- p : bisa 3 bulan, 6 bulan, setahun, 2 tahun, bahkan mungkin 10 tahun.

Saat tidak ada kecocokan saat proses
- t : salah satu pihak bisa menyatakan tidak ada kecocokan, dan proses stop dengan menyebut alasannya.
- p : salah satu pihak bisa menyatakan tidak ada kecocokan, dan proses stop dengan/tanpa menyebut alasannya.
Ada Penjelasan lainya, yaitu :

pacaran itu bagaimana sech yang anda maksudkan? berdua2an? saling lihat2an? bukan hanya zina yang dilarang tapi juga yang mendekati zina!

وَلاَ تَقْرَبُواْ الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلاً

quran [17:32] Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.

kemudian: di ayat ini

وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاء بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاء بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُوْلِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاء وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعاً أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

quran [24:31] Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menundukkan pandangannya, dan menahan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.hingga kini islam mana yang dikaji sech?

jelas belon?

dan yang saya tau pacaran itu menurut artinya jika dilihat dalam bahasanya itu sudah dinilai atau di lakukan dengan hijab kobul... adapun mengenai saling mengenal yang pasti dengan berkenalan utk caranya dengan niat tujuan yg suci atau nikah utk menuju pacaran itu...

Pacar = kekasih tetap ( merupakan istilah )
Pacar + akhiran an = kata kerja dengan kekasih tetap
saya tebalkan tuuch ijab qabul, tahu apa artinya ijab qabul?
seandainya faham maka: pertama nikah setelah itu pacaran bukan sebaliknya!
ijab qabul trus ada saksi dua orang (muslims), mahar dan walimah ? bener" se7 saya!

utk menetapkan kekasih utk manusia aturannya dalam Islam itu melalui hijab
tolong kata yg tujuan artinya itu kebenaran jangan disalah artikan
adapun realita atau kenyataan pacaran sudah di salahartikan
wasalam
siapa yang maling teruiak maling disini? pacaran itu bagaimana kembali keprtanyaan pertama diatas tadi tuuch!
untuk apa? tujuannya apa?
yang nyata, masa masa pacaran itu masing2 mengkibuli masing2, diri yang sesungguhnya masih disembunyikan lhoh!
omong kosong untuk saling mengenal, untuk saling membohongi! bener!
dan yang terutama ini udah mendekati zina!
nikahlah baru pacaran! insya Allah asyiiiiek dech!

Sumber : KLiK disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan jejak dengan sejuta manfaat yang memotivasyifa^_^

Dua beda

 Terkadang luka ada baiknya datang diawal. Agar kau tau bahwa hidup tak hanya tentang cinta.  Gemerlap dunia hanya persinggahan yg fana.  Me...