12 Feb 2011

Tepian Garis di Ujung Hati (Segores cerita yang belum usai)




Sederet kata ini apa maknanya? Aku tak tau kenapa tiba-tiba tulisan ini tak sarat akan makna. aku ingin memberinya makna seperti yang sudah2 aku lakukan. tapi memang mungkin waktu yang tak mengizinkannya. Tulisan ini ibarat tubuh tanpa kerangka. Atau mungkin ibarat huruf tanpa titik. kemarin aku berlari, kemudian bersembunyi, dan berdiri lagi.
Aku hanya percaya...aku percaya aku bisa, aku mampu walaupun akhirnya aku terjatuh. Dan ketika lagu itu mulai bersenandung, makna itu terdengar pilu. Meski... Tetap tersenyum. karna seperti itulah hidup. Masih banyak moment yang harus dipenuhi dengan syukur. begitupun ketika kita menjadi kebutuhan orang lain sebagai pendengarnya yang baik.
Seorang teman bercerita, dimana setelahnya ia mengucapkan maaf. Maaf karna ia merasa membebani diri sebab diri pun mungkin memiliki problem yang tak jauh beda dengannya.
wajahnya sembab sembilu, lalu aku bertanya kenapa. Mata yang memerah menjawabnya. Ia menangis. Sesaat setelah ada seorang pria yang coba hendak mendekatinya untuk melamarnya, ia langsung meminta seorang pria yang lain untuk segera datang menghadap orangtuanya, datang menjemputnya. Mungkin ia tak ingin ada orang lain yang lebih dulu menghampirinya. Hingga dengan sisa keberanian yang ia punya sekaligus menepis harga dirinya sebagai seorang wanita, ia utarakan niatnya kepada lelaki itu. "Datang dan temuilah orangtuaku".
lelaki ini, sungguh mencintainya. hanya saja mungkin, waktu dan keadaan membuatnya tak berani maju. Ya, merasa tak pantas jika disandingkan dengan wanita yang dicintainya ini.
"Kau layak mendapatkan yang lebih baik", katanya pada wanita itu.
airmata itu kian menetes. "Perih, mbak, kata temanku itu. Dan yang lebih perihnya lagi, dia mendiamkanku. Tak mau bicara sepatah katapun padaku."
"Beri ia ruang sejenak, bujukku, ia pasti butuh waktu untuk berfikir. Dan kalaupun pada kenyataannya di akhir nanti bukan dia jawabannya, yakinlah...Semua kan indah pada waktunya".
"Maaf mb, aku udah membebani mb. Padahal aku tau, mb sendiri juga punya masalah yang sama".
Aku tersenyum padanya, lalu memberikan motivasi untuk menguatkan dirinya yang mungkin tengah lemah. Wajar, ia seorang wanita yang lembut hatinya. Yang mungkin baru saja merasakan cinta.
Pernah suatu ketika kami selesai lari pagi bersama di alun-alun sebelah utara. Disana ia menunjukkan yang mana orangnya padaku. Ah...ternyata ini pria yang dia cinta, batinku saat melihat orangnya dari atas motor yang melaju tepat didepannya. Seorang atlet ternyata...
selang beberapa hari disuatu pagi, temanku bercerita padaku bahwa salah seorang teman kantor kami hendak menjodohkannya dengan adik sepupu teman kantor kami tersebut. Saat itu Pak Anto (Bukan nama sebenarnya) meminta temanku untuk menyiapkan lemabaran2 proposal biodata untuk ditukarkan dengan sepupunya tersebut. Segala macam kelebihan si ikhwan di ungkapakan oleh pak Anto. Mulai dari Bacaan Qur'an yang bagus, Lulusan S2 di Malaysia, seorang kepala sekolah, udah punya aset2 berharga dan lainnya.
Namun, tahukah kau kawan... temanku hanya mengatakan, "Mb, pantaskah?"
Ya, lagi-lagi ini tentang rendah diri. Lalu aku katakan padanya "Pantas."
memang, untuk hal yang satu ini "kepantasan" kita selalu mengukurnya dari sisi kita sebagai manusia. Merasa lebih rendah dari orang lain (rendah diri), dan sebagainya. Padahal kita manusia hanya boleh merendahkan diri di hadapan-NYA. Hanya dihadapan-Nya lah kita patut untuk merendakhan diri kita. dan bukan pada manuasia. yang selayaknya, memiliki kelebihan dan kekurangan. dan pertanyaannya, pantaskah kita merendahkan diri kita terhadap manusia. padahal derajat kita sama? Hanya keimanan kita kepada Allah lah yang membedakan kita, itu pun dihadapan-NYa.
aku mencoba menerangkannya sebisaku pada sahabatku itu. setidaknya untuk permulaan, ia paham terlebih dulu.
Hari berganti waktu, kali ini datang lagi tawaran yang lainya. Bukan hanya satu, tapi menyerang kami berdua. Tawaran dari seorang Ustadz yang singgah ke kantor kami. Untuk keponakannya katanya. ya..kalau sudah begini, akunya selalu cuek. Gak mau ngurusi, apalagi menyimak pembicaraan sang ustadz dengan salah satu suhu dikantorku. pokoknya cuek beibeh... Usilnya aku, penawaran itu ku alihkan ke temanku. (Hohoho...nunjuk-nunjuk orang lain ih). Pokoknya dalam hati udah teriak "Jangan usik aku dulu". Meskipun kadang akhirnya kami jadi tunjuk-tunjukkan. Hihihi..kayak anak kecil aja.
Pernah suatu kali diprotes sama salah satu teman di kantor. Sebut saja pak Ali. Beliau menikahi istrinya, saat istri beliau berusia 21 tahun. Lha..ketika beliau mempertanyakan usiaku, dengan intonasi keheranan ala jawa tengah ia mengatakan "Saya heran sama mb, kenapa sih mb kok gak mau nikah?"
Lha...saya kaget bukan main. setelah saya diceramahi, giliran teman saya pun ikut di ceramahi. "mb yang ini juga, kok kalian gak nikah-nikah sih?"
Aku cuma tersenyum, sedang temanku pun tersenyum juga sambil menyebut-nyebut namaku sebagai dalangnya.
Terang saja aku hanya tersenyum dan tak bisa memberikan jawaban apa-apa. Aku tak ingin beralibi dengan mengatakan karna ini dan itu.
meskipun setelah itu, ceramah si pak Ali ini tak terhenti sampai disitu. "Kok malah senyum-senyum mb?!", katanya lagi.
dan, cara satu-satunya membuat si bapak ini tak bertanya adalah, mengalihkan topik pembicaraan ke topik masalah kerjaan. Mulai dari adanya pengajuan dari mustahik, dan lain-lain. Hm... Ampuh juga.^_^
eh..kok jadi ceritain saya. hohoo...
ya Sudah, berhubung belum ada perkembangan episode cerita dari temanku, kelak akan kusambung lagi cerita ini. Semoga endingnya bahagia. Seperti ending yang diharapkan setiap manusia dalam setiap cerita perjalanan kehidupannya...

*To be continued...

1 komentar:

Silahkan tinggalkan jejak dengan sejuta manfaat yang memotivasyifa^_^

Dua beda

 Terkadang luka ada baiknya datang diawal. Agar kau tau bahwa hidup tak hanya tentang cinta.  Gemerlap dunia hanya persinggahan yg fana.  Me...